Laporan praktikum ekonomi pertanian
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ekonomi
Indonesia
saat ini optimis pertumbuhan ekonominya dapat terus meningkat. Pertumbuhan dan pendapatan nasional yang semakin meningkat kita
dapat melihat perkembangan dan kemajuan kita pada negara lain. Pendapatan nasional
per tahun indonesia
mampu memberikan kemajuan. Ekonomi makro yang sangat berpengaruh dalam
pertumbuhan ekonomi saat ini. Salah satu pertumbuhan ekonomi itu dapat dilihat
dengan permintaan domestik masih akan menjadi penopang utama kinerja
perekonomian. Selain itu, ekspor dan impor, serta investasi.
Perkembangan
pertanian yang berawal dari aktivitas mengumpul untuk memenuhi kebutuhan
sendiri yang terjadi sesaat hingga budidaya tanaman dan ternak secara komersial
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam tempo waktu yang lebih
lama menyebabkan berbagai permasalahan dalam aspek sosial ekonomi petani sering
muncul. Perkembangan perekonomian yang
mengarah pada spesialisasi produksi tidak dapat diikuti oleh perkembangan
produksi di bidang pertanian. Teori Malthus
mengatakan bahwa kebutuhan akan bahan pangan bertumbuh dengan deret ukur
sementara produksi bahan pangan yang
dihasilkan oleh sektor pertanian
bertumbuh dengan deret hitung. Produksi pertanian harus dapat bertumbuh lebih
cepat dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi yang ada didalamnya.
Kehidupan masyarakat petani pedesaan memang masih sangat sederhana, baik dari segi sosial maupun budayanya. Mereka mengandalkan pendapatan yang berasal dari usahatani dan berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya, baik untuk konsumsi makanan, konsumsi bukan makanan, pakaian, perumahan, dan lain sebagainya. Sebagian besar dari masyarakat desa berusaha mencukupi kebutuhan mereka dengan mengandalkan alam di sekitarnya. Bagi petani yang memiliki lahan pertanian, mereka berusaha untuk menggarap lahan yang dimiliki secara optimal. Mereka menanam tanaman pokok seperti padi, ubi kayu, ubi jalar dan jagung dengan maksud agar hasil panennya dapat dikonsumsi oleh keluarga untuk mencukupi kebutuhan konsumsi.
Berdasarkan uraian di atas sangat menarik
untuk dipelajari dan ditelusuri secara mendalam khususnya oleh mahasiswa. Mahasiswa dapat terjun langsung ke
lapangan dalam melakukan penelitian, khususnya mengenai karakteristik perekonomian
pedesaan. Faktor sosial budaya dan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia
di desa oleh masyarakat yang dapat menunjang kegiatan peronekomian desa
tersebut. Mahasiswa dapat terjun langsung ke lapangan, sehingga dapat ikut
merasakan dan menyelami pola kehidupan masyarakat desa Tegal Sari Kecamatan
Karanggede Kabupaten Boyolali Provinsi
Jawa Tengah, sebagai daerah pedesaan yang menjadi objek praktikum. Kegiatan
ini diharapkan agar mahasiswa dapat
mengkaji informasi mengenai karakteristik perekonomian di pedesaan dan dapat
memberikan kontribusinya dalam sektor pertanian Indonesia agar dapat lebih maju
dan berkembang.
B.
Perumusan Masalah
Desa Tegal Sari merupakan salah satu
desa yang terdapat di Kecamatan , Kabupaten Boyolali. Dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah karakteristik Desa
Tegal Sari, Kecamatan Karanggede Kabupaten
Boyolali ?
2.
Bagaimanakah karakteristik
rumah tangga petani di Desa Tegal Sari Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali ?
3.
Berapa besar pendapatan dan
konsumsi rumah tangga petani di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede Kabupaten
Boyolali ?
C.
Tujuan Praktikum Ekonomi Pertanian
Tujuan dari praktikum ekonomi pertanian sebagai berikut :
1. Mengenalkan mahasiswa kehidupan rumah tangga petani di
pedesaan serta mengharapkan mahasiswa mengetahui secara nyata tentang
karakteristik rumah tangga petani di pedesaan.
2. Melatih mahasiswa menganalisis secara
ekonomi mengenai pendapatan rumah tangga petani baik dari usahatani maupun dari
luar usahatani.
3. Melatih mahasiswa menganalisis konsumsi,
tabungan, serta investasi oleh rumah tangga petani.
D.
Kegunaan Praktikum Ekonomi Pertanian
Kegunaan dari praktikum
ekonomi pertanian sebagai berikut :
1. Bagi mahasiswa, untuk menambah
wawasan tentang ekonomi pertanian dan sebagai persyaratan dalam menempuh mata
kuliah Ekonomi Pertanian di semester I.
2. Bagi Fakultas Pertanian UNS, hasil
praktikum ini diharapkan dapat mendukung kelengkapan dalam
penerapan kurikulum pendidikan pertanian.
3. Bagi pemerintah Kabupaten Boyolali hasil praktikum ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran dari mahasiswa mengenai kondisi dan karakteristik pedesaan
serta kehidupan rumah tangga petani di Kecamatan Karanggede.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Karakteristik Pedesaan
Sifat masyarakat di wilayah pedesaan dan
kondisi wilayahnya pada umumnya memiliki perbedaan dengan sifat masyarakat dan
kondisi wilayah perkotaan. Perbedaan ini
berimplikasi pula pada pola dan strategi yang akan diterapkan untuk pelaksanaan
pembangunan di wilayah tersebut. Oleh
karena itu, untuk dapat merumuskan kebijaksanaan pembangunan yang sesuai dan
strategi yang tepat di pedesaan, berbagai karakteristik yang terkait dengan
wilayah pedesaan perlu dipahami dengan baik
(Luthfifatah,
2008).
Masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang
lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat
pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem
kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian
walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata dan lainnya. Akan
tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian (Yuniastuti, 2004).
Topografi lahan menggambarkan penggunaan lahan
pertanian yang didasarkan pada tinggi tempat. Untuk tanah dikategorikan sebagai
lahan dataran pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi. Pembagian klasifikasi
menurut topografi ini juga menggambarkan macam usaha pertanian yang diusahakan
oleh penduduk bertempat tinggal di sekitar lokasi itu, misalnya di dekat pantai
diusahakan usaha perikanan seperti usaha tambak ikan. Dataran rendah mungkin
dapat diklasifikasikan menjadi dataran rendah yang beririgasi dan tidak
beririgasi atau lahan tegalan di dataran rendah (Dumairy, 2005).
Desa diawali dari
manusia yang hidup bergerombol.
Bergerombol baik dalam satu lingkungan yang besar atau kecil dan
bertempat tinggal pada tempat tertentu. Segala perkembangannya yang mereka
alami, dan pertumbuhan jumlah jiwa yang semakin banyak kemudian mulai
dipikirkan masalah keamanan dan tata tertib pergaulan sesamanya dengan maksud
untuk memelihara ketentraman serta tatanan hidup yang harmonis dan pantas
sebagai keluarga besar (Kusnaedi,
2005).
Karakteristik umum wilayah
pedesaan di Indonesia adalah wilayah yang masih tertinggal laju pembangunannya
dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Akan tetapi masih merupakan tempat tinggal bagian terbesar
penduduk Indonesia .
Fenomena ketertinggalan laju pembangunan di wilayah pedesaan menyangkut isu
kemiskinan, ketimpangan, dan ketidakadilan sosial (Surya, 2007).
B.
Pertanian dan Produktivitas Usahatani
Produktivitas usahatani yang dicapai, dipengaruhi oleh
kualitas lahan garapan petani. Pada tingkat teknologi yang sama, baik dalam
jenis varietas yang digunakan maupun kualitas usahatani yang diterapkan pada
produktivitas usahatani dapat bervariasi antar daerah akibat perbedaan kualitas
lahan. Oleh karena itu, produktivitas usahatani sangatlah menentukan hasil
pertanian (Maulana, 2004).
Secara umum sumber pendapatan petani bersumber dari dua
macam, yaitu dari pertanian dan non-pertanian. Pendapatan dari pertanian terdiri
dari hasil usahatani sendiri dan dari hasil berburuh tani. Sumber pendapatan
dari usahatani sendiri adalah dari hasil pertanian yang meliputi komoditas
pangan, hortikultura, perkebunan, ternak dan perikanan. Sedangkan pendapatan
dari hasil berburuh tani dari luar kegiatan
usahatani sendiri. Pendapatan dari luar usahatani adalah pendapatan yang
berasal dari bukan usaha pertanian. Kelompok pendapatan ini secara garis besar dibagi lima sub sumber
pendapatan, yaitu dari hasil perdagangan, menjual jasa (jasa transportasi, jasa
kesehatan, jasa alat pertanian, dll) dan kegiatan industri dari kegiatan
berburuh di antaranya adalah dari pertukangan, buruh industri dan buruh di luar
pertanian lainnya (Sudana et al., 2003).
Sulitnya melakukan
peningkatan produksi pangan nasional antara lain karena pengembangan lahan
pertanian pangan baru.Lahan
tersebut tidak seimbang dengan
konversi lahan pertanian produktif yang berubah menjadi fungsi lain seperti
permukiman. Lahan irigasi Indonesia sebesar 10.794.221 hektar telah menyumbangkan
produksi padi sebesar 48.201.136 ton dan 50%-nya lebih disumbang dari pulau Jawa
(BPS, 2004).
Rendahnya penerapan teknologi budidaya tampak dari
besarnya kesenjangan potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di
lapangan yang diperoleh oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan
penguasaan penerapan paket teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh
petani secara utuh sehingga penerapan teknologinya sepotong-sepotong. Seperti
penggunaan pupuk yang tidak tepat, bibit unggul dan cara pemeliharaan yang
belum optimal diterapkan petani belum optimal karena lemahnya sosialisasi
teknologi, sistem pembinaan serta lemahnya modal usaha petani itu sendiri.
Selain itu juga karena cara budidaya petani yang menerapkan budidaya konvensional
dan kurang inovatif seperti kecenderungan menggunakan input pupuk kimia
yang terus menerus, tidak menggunakan pergiliran tanaman, kehilangan pasca
panen yang masih tinggi 15-20% dan memakai air irigasi yang tidak efisien (Sutopo, 2008).
Pertanian
merupakan basis Indonesia walaupun sumbangan nisbi dalam sektor pertanian di
ukur berdasarkan proporsi nilai tambahnya dan bentuk produk domestik atau pendapatan
nasional tahun demi tahun mengecil. Hal ini bukanlah berarti nilai dan
pertambahannya dari waktu ke waktu tetap selalu meningkat kecuali peranan
sektor pertanian ini dalam menyerap tenaga kerja terpenting. Mayoritas penduduk Indonesia
sebagian besar tinggal di wilayah pedesaan sehingga saat ini masih menyandarkan
mata pencahariannya pada sektor pertanian (Casmir, 2006).
C.
Pendapatan Penduduk Pedesaan
Kebijakan pembangunan pertanian di
Indonesia adalah petani tangguh yaitu membangun pertanian yang efisien dan
produktif dengan tingkat pendapatan masyarakat tani yang menyamai pendapatan
rata-rata masyarakat. Dengan demikian diharapkan akan terjadi pemerataan
pendapatan di kalangan masyarakat. Arah Pembangunan Pertanian untuk mencapai
maksud tersebut dirumuskan berupa perencanaan pertanian regional terpadu dan
konisisten, selaras dengan pembangunan sistem komoditi terpadu dan perencanaan
nasional (Soekartawi, 2003).
Suatu ekonomi yang sebagian besar masih subsisten, pemasaran dan
transportasi merosot menjadi operasi-operasi sederhana, yang berkisar hanya
dari ambang pintu ke dapur. Sering terjadi bahwa penghematan yang diperoleh
dengan cara demikian dimasukkan dalam perhitungan pendapatan nasional bersih. Penghematan yang demikian dalam masyarakat pedesaan
pada umumnya bagi perorangan tidak ada hubungannya langsung dan erat antara
produktivitas rendah dan konsumsi rendah (Pudjiwati, 2005).
Pendapatan petani
yang rendah terutama disebabkan karena hasil produksinya yang rendah pula. Penyebab dari rendahnya hasil produksi karena luas garapan yang sempit dengan tingkat produktifitas yang rendah. Hal ini dikarenakan hanya diusahakan dengan
teknologi sederhana memakai peralatan dan sarana produksi lain yang sangat
terbatas (Mardikanto, 2004).
Secara umum sumber pendapatan petani bersumber dari dua macam, yaitu
dari pertanian dan non-pertanian. Pendapatan dari pertanian terdiri dari hasil
usahatani sendiri dan dari hasil berburuh tani. Sumber pendapatan dari
usahatani sendiri adalah dari hasil pertanian yang meliputi komoditas pangan,
hortikultura, perkebunan, ternak, dan perikanan. Sedang dari hasil berburuh
tani adalah pendapatan dari hasil berburuh tani dari luar kegiatan usahatani
sendiri. Pendapatan dari luar usahatani adalah pendapatan yang berasal dari
bukan usaha pertanian. Kelompok pendapatan
ini secara garis besar dibagi lima sub sumber pendapatan, yaitu dari
hasil perdagangan, menjual jasa (jasa transportasi, jasa kesehatan, jasa alat
pertanian, dll), dan kegiatan industri (industri besar, menengah, skala rumah
tangga), dari kegiatan berburuh di antaranya adalah dari pertukangan, buruh
industri, dan buruh di luar pertanian lainnya (Sudana, 2003).
Besarnya pendapatan petani sangat
berhubungan erat dengan luas usaha pertanian. Perbedaan besarnya pendapatan
usahatani ini juga disebabkan oleh adanya perbedaan dalam struktur sumber daya
lainnya seperti pupuk, makanan ternak bermutu, pestisida, mesin/alat pertanian
dan penggunaan tenaga kerja. Peranan dari pendapatan usahatani sangatlah penting terutama bagi petani
kecil. Gejala pendapatan
usahatani yang rendah ini disadari oleh dua hal. Pertama adalah pendapatan
absolut yang memang rendah untuk dapat membiayai hidup. Kedua adalah tingkat
penerimaan yang rendah dari masing-masing sumber daya usahatani. Pertama adalah soal kemiskinan pertanian dan yang kedua adalah usahatani
komersial meskipun usahatani subsisten juga sering mempunyai tingkat penerimaan
tadi lebih kecil daripada opportunity cost. Ini adalah di alam alokasi
penerimaan dari berbagai input milik sendiri, seperti tenaga kerja keluarga tanah milik sendiri dan
sebagainya. Sekitar empat
perlima dari pendapatan penduduk desa diperoleh dari kegiatan pertanian tanaman
pokok yang mereka kerjakan di lahan yang mereka miliki sementara pendapatan lainnya berasal dari pengumpulan makanan ternak, tanaman obat,
dan kayu. Pendapatan masyarakat yang diperoleh dari pertanian lebih kurang sama
dengan jumlah yang mereka gunakan untuk keperluan hidupnya sehari-hari (Rosyadi, 2003).
D.
Konsumsi,
Tabungan ,dan Investasi Pertanian
Pola konsumsi dapat dikenali
berdasarkan alokasi penggunaannya. Secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi digolongkan ke
dalam dua kelompok. Dua penggolongan berdasarkan penggunaanya itu ialah
konsumsi untuk makanan dan konsumsi untuk kelompok bukan makanan (Fauzi, 2003).
Pengeluaran konsumsi
rumah tangga adalah
nilai belanja yang
dilakukan oleh rumah tangga
untuk membeli berbagai
jenis kebutuhanya dalam
satu tahun tertentu. Pendapatan yang diterima rumah tangga akan
digunakan untuk membeli makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan
anak, membayar sewa rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli
rumah tangga untuk memenuhi
kebutuhanya, dan pembelanjaan
tersebut dinamakan konsumsi (Sukirno, 2005).
Berdasarkan sensus
1990, lebih dari 60% pengeluaran dikonsumsikan untuk kebutuhan pangan. Padi – padian merupakan yang utama yaitu 23% dari
total konsumsi rumah tangga pedesaan dan 11% bagi rumah tangga perkotaan. Telah
lebih jauh dengan memisahkan kelompok pendapatan menunjukkan bahwa konsumsi
padi-padian kelompok 40% penduduk berpendapatan terendah masih sangat menonjol,
yaitu 30% dari total pengeluaran (Anwar, 2004).
Tabungan
adalah simpanan uang, merupakan
bagian dari pendapatan
yang tidak
dikonsumsikan/pendapatan yang disisihkan
dari keperluan konsumsi
atau tabungan sama dengan jumlah pendapatan dikurangi dengan jumlah
konsumsi.Tabungan merupakan bagian dari pendapatan yang dapat dibelanjakan
yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Kendati pada dasarnya semua pendapatan
yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan
tabungan. Sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi yang disimpan sendiri tidak
tergolong sebagai tabungan (Dumairy, 2008).
Daya produktif kegiatan
ekonomi rakyatlah yang mampu mendorong peningkatan konsumsi, termasuk terjaga
maraknya berbagai kegiatan masal dari ekonomi, misalnya seperti mudik lebaran
dan naik haji. Indikasi lain
dapat pula ditunjukkan oleh peningkatan kegiatan berupa tabungan dan
penyaluran kredit. Dijelaskan dalam perekonomian rumah tangga pertanian bahwa tabungan mempunyai peran
cukup strategis sehingga preferensi menabung menjadi bagian dari perilaku
mereka. Tabungan sering digunakan sebagai “peredam” instabilitas pengeluaran,
terutama di masa paceklik. Peran tabungan yang lain adalah sebagai cadangan
modal untuk membiayai usahatani. Konteks ketahanan pangan bahwa peran sebagai stabilisator
konsumsi menunjukkan penggunaan tabungan menjadi salah satu pilihan strategi
dalam menghadapi ancaman rawan pangan (Hardono, 2003).
Investasi sektor pertanian
adalah pengeluaran-pegeluaran yang
dialokasikan pada usaha-usaha yang tergolong bermanfaat dalam meningkatkan
hasil produksi pada sektor
pertanian. Kegiatan proses
produksi tersebut maka modal
dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu modal
tetap (Fixed Cost)
dan modal tidak
tetap (Variabel Cost). Modal
tetap terdiri atas
tanah, bangunan, mesin,
dan peralatan pertanian dimana
biaya yang dikeluarkan
dalam proses produksi
tidak habis dipakai dalam
sekali proses produksi,
sedangkan modal tidak
tetap terdiri dari benih,
pupuk, peptisida, dan
upah yang dibayarkan
kepada tenaga kerja . Investasi disektor
pertanian maka akan meningkatkan
penyerapan tenaga kerja yang artinya pengurangan terhadap angka
penganguran, memperkuat ketahanan
pangan, stabilisator harga-harga
dan lain sebagainya
(Rahim dan Hastuti, 2007)
(Rahim dan Hastuti, 2007)
Kegiatan
investasi memungkinkan suatu masyarakat terus – menerus meningkatkan
kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan
meningkatkan taraf kehidupan rakyat”. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi
penting dari kegiatan investasi yaitu Investasi merupakan salah satu komponen
dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan
permintaan agregat, pendapatan nasional dan kesempatan kerja, Pertambahan
barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi dan
Investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi (Sadono Sukirno , 2005).
Seiring digalakkannya
investasi Indonesia khususnya
sektor pertanian, maka pemerintah terus
berusaha menciptakan iklim
yang kondusif, baik
melalui debirokratisasi dan deregulasi.
Salah satunya adalah
nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika
Serikat yang menjadi
faktor penting dalam
menentukan tingkat investasi,
selain itu Indeks Harga Produsen dapat memberikan pertimbangan yang
rasional bagi produsen
dalam mempertahankan dan
mengembangkan usahanya pada sebuah
sektor tertentu, dalam
penelitian ini adalah
Indeks harga produsen Sektor Pertanian.
Tingkat harga penjualan
maupun laba total merupakan
faktor yang memperjelas
tingkat investasi. Tingkat
harga perdagangan tersebut dapat
mencerminkan sebagai suatu
harapan mengenai output dimasa
depan yang selanjutnya
dapat mempengaruhi perluasan
atau penambahan investasi (Dombusch, 2008).
A.
Penentuan
Sampel
Metode dalam menentukan sampel yaitu sebagai berikut :
1. Sampel
Desa
Penentuan lokasi praktikum
menggunakan metode purposive sampling.
Purposive
sampling adalah penentuan sampel yang dilakukan secara sengaja dan
dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan pertimbangan yang
diambil berdasarkan tujuan penelitian. Dengan demikian, pada praktikum kali ini
kemudian dipilih Kecamatan Karanggede. Penentuan desa juga dilakukan dengan metode purposive yaitu Desa
Tegal Sari Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali
2. Sampel
Responden
Penentuan responden berdasarkan status petani (Pemilik, Penyewa dan Penyakap) di setiap desa
terpilih. Wawancara dilakukan dengan menggunakan lembar quisoner yang telah
dipersiapkan.
B.
Data
yang Dikumpulkan
Metode yang kedua yaitu dengan data yang dikumpulkan. Data yang
dikumpulkan dapat berupa :
1. Data
Primer
Data primer
merupakan data yang di peroleh dari responden secara langsung, yaitu dengan
wawancara, dan hasil wawancara ditulis dalam quesioner yang telah disiapkan.
Dalam hal ini data primer meliputi identitas keluarga responden, usahatani
responden, produksi dan biaya usahatani, total pendapatan responden, kebutuhan
konsumsi, serta tabungan dari para responden.
2. Data
Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari suatu instansi (pemerintah desa), bukan dari sumber aslinya yaitu dengan melakukan pencatatan, yang meliputi keadaan alam, kependudukan, keadaan pertanian, sarana dan prasarana sosial ekonomi yang ada Desa Tegal Sari Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali.
C.
Metode
Analisa Data
Data yang telah terkumpul ditabulasi,
selanjutnya dianalisis. Penulisan laporan praktikum menyesuaikan petunjuk
penyusunan laporan praktikum. Untuk analisis data pada Praktikum Ekonomi
Pertanian diperlukan pengetahuan statistik. Sedangkan statistik yang digunakan
adalah statistik deskriptif yaitu distribusi frekuensi. Metode analisis yang
digunakan adalah:
1. Analisis
Tabulasi silang
Analisis Tabulasi Silang merupakan
perluasan dari analisis distribusi relatif dengan menyajikan hubungan antara
variabel satu dengan yang lain.
2. Analisis
Persentase
Analisis Persentase yaitu data dibagi
beberapa kelompok yang dinyatakan dan diukur dalam persentase. Dalam hal cara
ini dapat diketahui kelompok mana yang paling banyak jumlahnya yaitu
ditunjukkan dengan persentase yang
tertinggi begitu pula sebaliknya.
3. Angka
Rata-rata
Analisis Rata-rata yaitu untuk mengetahui
tafsiran secara kasar untuk melihat gambaran dalam garis besar dari suatu
karakteristik.
4. Analisis
Usahatani
Analisis Usahatani yaitu data berdasarkan
analisis dari pendapatan petani yang diperoleh dari penerimaan usahatani
dikurangi dengan biaya usahatani.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik
Responden
1.
Karakteristik
Wilayah
Luas Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali mempunyai luas yaitu 196.234.3 hektar. Sedangkan untuk jarak Desa Tegalsari ke kecamatan terdekat yaitu 1,5 km, sedangkan ke ibukota
kabupaten terdekat adalah 35 km. Selain itu topografi
dari Desa. Secara geografis letak Desa
Tegalsari dibatasi oleh
beberapa wilayah yaitu sebagai berikut
:
Sebelah utara : Desa Kebonan
Sebelah timur :
Desa Sranten
Sebelah selatan : Desa Gentan
Sebelah barat : Desa Bonomerto
Wilayah Desa Tegalsari Kecamatan Karanggede merupakan lahan pertanian yang
mengandalkan waduk untuk sistem
pengairannya, sehingga komoditas utama masyarakat
Desa Tegalsari adalah padi. Karena tanahnya bersifat lembab. Desa Tegalsari mempunyai 30,50 ha Sawah irigasi teknis, irigasi teknis 25,20 ha dan memiliki 16,75 ha sawah tadah
hujan, selain itu Desa Tegalsari juga mempunyai 33,10 ha tegal yang digunakan untuk pengolahan usahatani yang mayoritas
ditanami tanaman palawija.
2.
Penduduk
a.
Jumlah Penduduk dan
Jumlah Rumah Tangga
Jumlah penduduk merupakan banyaknya penduduk yang tinggal di Desa Tegalsari. Jumlah penduduk
dipengaruhi oleh kematian, kelahiran, emigrasi dan imigrasi. Berikut ini
disajikan tabel jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga petani di Desa Tegalsari:
|
Tabel 4.1.2.1 Jumlah Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
No
|
Jumlah Penduduk
|
Jumlah
KK
|
1.
|
2141
|
360
|
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan Tabel
4.1.2.1 jumlah penduduk Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali sejumlah 2141 jiwa
dengan jumlah kepala rumah tangga sebanyak 360 Kepala Keluarga, sesuai dengan angka yang
tercantum di dalam data sekunder
Desa Tegalsari.
Keadaan penduduk di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede termasuk padat, karena luas wilayah 196.234.3 hektar
didiami sebanyak 360 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk sebanyak 2141 jiwa.
b.
Jumlah Penduduk
Menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk dapat dilihat dari jenis kelaminnya. Perbandingan antara
jumlah penduduk laki-laki dan wanita dapat dilihat dari angka sex ratio. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sayangnya praktikan
tidak mendapatkan data tentang jumlah penduduk menurut jenis kelamin. Sehingga
tidak dapat diketahui berapa jumlah sex
ratio penduduk desa Tegalsari.
c.
Jumlah Penduduk
Menurut Umur
Jumlah penduduk produktif dan
non produktif selalu berubah dikarenakan adanya kematian, merantau atau
meninggalkan kampung halaman dan menetap di Desa lain, serta migrasi ke daerah
lain. Tidak semua umur merupakan usia produktif, penduduk usia produktif adalah penduduk yang berusia 16-50 tahun. Sedangkan,
penduduk yang merupakan usia non produktif adalah berusia 0-15 tahun atau di atas usia 50 tahun.
Tabel
4.1.2.2
Jumlah
Penduduk Menurut Umur di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Umur (Tahun)
|
Jumlah (jiwa)
|
Persentase (%)
|
1.
|
0-5
|
145
|
7,85
|
2.
|
6-10
|
215
|
11,66
|
3.
|
26-30
|
1486
|
80,49
|
Jumlah
|
1846
|
100
|
Sumber: Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.1.2.2 Jumlah Penduduk
Menurut Umur di Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013 di atas dapat diketahui
bahwa jumlah penduduk Desa Tegalsari yang berada pada usia non produktif 0-15
tahun sebanyak 360 jiwa, sedangkan pada usia produktif 26-30 tahun sebanyak 1486 jiwa. Dengan mengetahui jumlah penduduk berdasarkan usia
non produktif dan usia produktif maka dapat dihitung ABT (Angka Beban
Tanggungan). Angka beban tanggungan adalah perbandingan antara
jumlah penduduk yang tidak produktif dengan jumlah penduduk yang produktif
dikalikan 100. Ini berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif harus
menanggung sejumlah penduduk usia nonproduktif.
ABT
= 24,22%24%
ABT didapat hasil 24 %, maka ABT sebesar 24 % mengandung arti bahwa setiap
100 penduduk usia produktif terdapat 24 penduduk usia non produktif yang harus ditanggung.
ABT dapat dijadikan sebagai indikator perekonomian bagi suatu daerah. Bila ABT
rendah maka kesejahteraan penduduk lebih baik dan sebaliknya.
d.
Jumlah Penduduk
Menurut Pendidikan
Tingkat pendidikan di daerah pedesaan, umumnya masih rendah. Begitu juga
di Desa Tegalsari yang rata-rata
penduduknya belum sekolah dan hanya sedikit yang melanjutkan pendidikan sampai
perguruan tinggi.
Sayangnya praktikan
tidak mendapatkan data tentang jumlah penduduk menurut pendidikan. Sehingga
tidak dapat diketahui jumlah penduduk menurut tingkat pendidikannya.
e.
Jumlah Penduduk
Menurut Mata Pencaharian
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya memiliki mata pencaharian yang
beragam. Rata-rata penduduk di Desa Tegalsari bermata pencaharian sebagai petani. Berikut
ini disajikan secara rinci tentang jumlah penduduk menurut mata pencaharian di
Desa Tegalsari :
Tabel 4.1.2.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
No
|
Mata Pencaharian
|
Jumlah
|
%
|
1
2
3
4
5
|
Petani sendiri
Buruh tani
Buruh Bangunan
Peternak
PNS
|
45
246
45
231
76
|
7,00
38,27
7,00
35,92
11,81
|
Total
|
643
|
100
|
Sumber: Data Sekunder
Berdasar tabel 4.1.2.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Tegalsari, Kecamatan
Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013 diketahui bahwa penduduk
Desa Tegalsari
bermatapencaharian sebagai petani berjumlah 45 orang dengan persentase 7,00%, buruh tani 246 dengan persentase 38,27%,
buruh bangunan sebanyak 45 orang dengan persentase 7,00%, peternak berjumlah 231 orang dengan persentase
35,92%, PNS berjumlah 76 orang dengan persentase 11,81%.
Hampir semua penduduk di desa ini bermatapencaharian sebagai petani
dengan mayoritas petani di Desa Tegalsari sudah memiliki lahan pertaniannya sendiri untuk
diolah. Usahatani yang mereka biasanya kerjakan adalah menggarap lahan sawah
baik miliknya sendiri maupun milik orang lain, menyewa, selain itu ditemukan
pula petani penyakap yang sistem pembagian hasil panen dengan sistem bagi
hasil. Hanya sebagian penduduk saja yang mengusahakan ternak, itupun hanya
sebatas ternak kecil-kecilan. Mereka pada umumnya memelihara ayam kampung dan
sapi.
3.
Kondisi Pertanian
a.
Tata Guna Lahan
Pertanian
Tata Guna Lahan (land use)
adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu
kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi
tertentu, misalnya fungsi pertanian. Berikut ini disajikan secara rinci tentang
jumlah penduduk menurut tata guna lahan pertanian di Desa Tegalsari :
Tabel 4.1.3.1 Tata Guna Lahan Pertanian Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
No.
|
Penggunaan Lahan
|
Luas Lahan (Ha)
|
%
|
1
|
Sawah seluruhnya
|
72,45
|
35,74
|
2
3
4
5
|
Tegal
Tanah kas Desa
Lapangan
Pekarangan
|
33,10
32,25
0
64,87
|
16,33
15,93
0
32,00
|
Luas seluruhnya
|
202,67
|
100
|
Sumber: Data Sekunder
Tata guna lahan pertanian yang ditunjukkan pada tabel 4.1.3.1 Tata Guna
Lahan Pertanian di Desa memperlihatkan bahwa setengah lebih lahan di Desa Tegalsari digunakan untuk lahan
sawah yaitu sebesar 72,45 ha atau 35,74% dari total keseluruhan lahan yang ada di Desa
tersebut, sedangkan sisanya digunakan untuk tegal sebanyak 33,10 ha atau 16,33%,
tanah kas Desa Tegalsari sebanyak 32,25 ha atau 15,93%, pekarangan
sebanyak 64,87 ha atau 32,00%.
Tata guna lahan di Desa Tegalsari yang digunakan sebagai tanah garapan tanah
yaitu sawah dan tegal. Masa tanam sendiri setiap tahunnya terdiri dari tiga
masa tanam, namun di Desa Tegalsari sebagian besar hanya mengolah lahan pertaniannya dua kali masa
tanam karena sistem pengairannya
hanya menggunakan sistem air tadah hujan yang hanya mengandalkan air hujan
untuk sistem pengairan utamanya. Lahan sawah, masa tanam satu dan dua biasanya
ditanami padi. Usahatani tegal di Desa Tegalsari biasanya ditanami tanaman jagung, kacang dan
ubi kayu. Sedangkan usahatani pekarangan kurang dimanfaatkan secara maksimal,
tetapi ada juga yang memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk ditanami berbagai
macam tanaman palawija seperti di tegal. Namun, rata-rata para petani
menanaminya dengan pohon jati dan buah-buahan seperti pohon pisang dan mangga.
Dari hasil usaha pekarangan, sekiranya mampu menambah penghasilan penduduk di
desa ini dan mampu dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-harinya.
b.
Luas Panen dan
Produksi Lahan Pertanian Umum
Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak serta
produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan sumber daya tumbuhan dan
hewan. Jenis-jenis tanaman yang ditanam pun berbeda-beda, begitu pula dengan
hasil panennya.
Sayangnya praktikan
tidak mendapatkan data tentang luas panen dan produksi lahan pertanian umum.
Sehingga tidak dapat diketahui luas panen dan produksi lahan pertanian umum.
c.
Tanaman Keras
Tanaman keras merupakan tanaman tahunan yang hidup lebih dari dua tahun
dan dapat memberi hasil berulang-ulang sesuai yang diinginkan pemilik. Tanaman
tahunan ini ada bermacam-macam jenisnya dan juga mempunyai beberapa kegunaan
dan hasil. Adanya berbagai jenis tanaman keras dapat meningkatkan
hasil produksi pertanian di Desa Tegalsari yang akan meningkatkan pendapatan jika
dilakukan secara optimal.
Sayangnya praktikan
tidak mendapatkan data tentang jumlah tanaman tahunan yang terdapat di Desa
Tegalsari, sehingga tidak dapat diketahui data jumlah tanaman tahunan.
d.
Peternakan
Peternakan merupakan salah satu unsur dari
pertanian yang tertuju pada pemeliharaan hewan yang diorientasikan sebagai
konsumsi manusia. Peternakan juga kerap kali diusahakan oleh manusia untuk
menunjang tingkat pendapatan dengan cara dijual atau dimanfaatkan untuk hal
lain seperti kotoran hewan yang mampu dijadikan pupuk kandang untuk penghematan
biaya pupuk bagi petani. Berikut ini disajikan tabel jenis peternakan yang ada
di Desa Tegalsari:
Tabel 4.1.3.4
Peternakan Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Jenis Ternak
|
Jumlah (ekor)
|
1
|
Sapi
|
54
|
2
|
Kambing
|
156
|
3
|
Ayam Kampung
|
213
|
4
|
Bebek
|
156
|
5
|
Ternak
lainnya
|
74
|
6
|
Kerbau
|
15
|
Sumber: Data Sekunder
Tabel 4.1.3.4 peternakan Desa Tegalsari
pada tahun 2013 menunjukkan bahwa di Desa Tegalsari
memiliki aset kepemilikan ternak yang banyak antara lain sapi sebanyak 54 ekor,
kambing 156 ekor, ayam kampung 213 ekor, ternak lainnya sejumlah
74 ekor, kerbau 15 ekor dan
bebek 156 ekor. Pada umumnya, hasil ternak ini berorientasi
untuk dijual ke pasar. Untuk ternak sapi biasanya dijual ketika musim haji dan
ada juga yang di jual ketika ada kepentingan yang mendesak, misalnya untuk
bayaran SPP anak atau digunakan untuk kepentingan yang lainnya. Ternak yang
dipelihara juga dapat dimanfaatkan untuk diambil kotorannya untuk pupuk
kandang. Ternak kambing biasanya dijual ketika hari raya idul adha dan ketika
ada kepentingan yang mendadak.
Hasil yang
diperoleh dari data sekunder tersebut menunjukkan bahwa warga Desa Tegalsari
mayoritas memelihara ayam kampung karena perawatannya mudah dan dapat dijual
dengan mudah pula. Jumlah ternak yang paling rendah yaitu ternak sapi karena
memelihara sapi perlu mempunyai modal yang besar karna harga sapi relatif
mahal, karena perawatan sapi yang mahal sehingga hanya sedikit warga Desa Tegalsari
yang memelihara sapi.
4.
Kegiatan Sosial
Ekonomi Pedesaan
a.
Sarana Perekonomian
Institusi ekonomi berperan dalam melaksanakan
produksi dan distribusi barang dan jasa di dalam masyarakat. Berbagai macam
bentuk organisasi perekonomian dapat dijumpai dalam masyarakat kita. Berikut
ini disajikan secara rinci tentang kegiatan sosial ekonomi pedesaan pada pasar,
kios dan bakul keliling di Desa Tegalsari :
Tabel 4.1.4.1
Sarana Perekonomian Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Jenis
|
Jumlah
|
1.
|
Kios/Warung
|
5
|
Sumber: Data Sekunder
Berdasarkan
data yang kami dapat, sarana perekonomian Desa Tegalsari di atas menunjukkan ketersediaan sarana
perekonomian di Desa Tegalsari kurang begitu memadai karena masih sedikitnya
jumlah sarana perekonomian. Sarana perekonomian pasar desa yang terdapat di
Desa Tegalsari hanya ada , sedangkan untuk kios hanya
terdapat kios dan sarana perekonomian koperasi di Desa Tegalsari
terdapat koperasi. Sarana Perekonomian
tersebut menjadi sarana yang penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat
yang ada di Desa Tegalsari. Selain sebagai sarana untuk pemenuhan kebutuhan
hidup masyarakat Desa Tegalsari, sarana ini juga dimanfaatkan sebagai
pekerjaan sampingan di luar sektor pertanian juga pemanfaatan koperasi untuk
saran pertanian.
b.
Sarana Transportasi
Prasarana
transportasi merupakan faktor utama dalam perkembangan desa. Evaluasi terhadap
lancarnya jalan cukup memberi gambaran orbitasi pedesaan. Prasarana
transportasi lebih khusus, universal serta berperan penting bagi hubungan antar
desa dengan kota
terutama di dalam lalu lintas ekonomi. Berikut secara rinci data sarana transportasi
Desa Tegalsari:
Tabel
4.1.4.2 Sarana Transportasi Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Jenis
|
Jumlah
|
Keterangan
|
1.
|
Jalan Kabupaten
|
2,1 km
|
Baik
|
2.
|
Jembatan Beton
|
0,25 km
|
Baik
|
3.
|
Jembatan Beton
|
0,10 km
|
Sedang
|
Sumber:
Data Sekunder
Berdasarkan data Tabel 4.1.4.2 Sarana Transportasi Desa
Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013 diketahui bahwa
di desa tersebut memiliki saran transportasi berupa jalan Kabupaten dengan
panjang jalan 2,1 km. Untuk jalan Desa dan jalan Kecamatan praktikan tidak
mendapatkan data yang lengkap sehingga praktikan tidak bisa mengetahui data
tersebut. Sarana jembatan beton yang
dalam kondisi baik sepanjang 0,25 km, sementara kondisi sedang sepanjang 0,10
km.
c.
Sarana Pendidikan
dan Kesehatan
Pendidikan merupakan variabel input yang memiliki
determinasi kuat terhadap kualitas manusia dan penduduk. Kualitas pendidikan
menentukan derajat kehidupan seseorang. Berikut ini disajikan secara rinci
tentang sarana pendidikan di Desa Tegalsari.
Tabel 4.1.4.3 Sarana Pendidikan Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Sarana Pendidikan
|
Jumlah
|
1
2
|
TK
SD/MI
|
2
3
|
Sumber: Data
Sekunder
Tingkat pendidikan di Desa Tegalsari masih tergolong rendah karena program wajib
belajar 9 tahun belum terlaksana dengan
baik. Hal ini dikarenakan alasan biaya dan fasilitas pendidikan di Desa yang
sangat terbatas, seperti terlihat pada tabel. Sarana pendidikan TK berjumlah 2
buah, SD dan MI hanya berjumlah 3 buah, sarana pendidikan di tingkat SMP dan
tingkat SMA/SMK tidak ada di Desa Tegalsari. Meskipun begitu, bukan berarti
warganya tidak memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan karena setiap
anak-anak dalam usia sekolah akan bersekolah ke sarana pendidikan yang ada di
desa bahkan pergi ke kota
terdekat.
Kesehatan masyarakat akan berpengaruh terhadap
produktivitas dan kualitas masyarakat. Karena kesehatan masyarakat yang semakin
menurun akan meningkatkan tingkat kematian. Masyarakat akan mencapai
produktivitas maksimal jika dalam keadaan sehat. Berikut secara rinci sarana
kesehatan di Desa Tegalsari.
Tabel 4.1.4.4
Sarana Kesehatan Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Sarana Kesehatan
|
Jumlah
|
1
2
3
|
Poliklinik
Dokter
Dukun Bayi
|
1
1
1
|
Sumber: Data
Sekunder
Berdasarkan data sekunder pada tabel 4.1.4.5 Sarana Kesehatan Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013 di atas, terlihat bahwa
sarana kesehatan yang terdapat di Desa Tegalsari
masih belum sepenuhnya memadai, masyarakat Desa Tegalsari kebanyakan berobat ke
poliklinik atau dokter praktek yang ada di desa tersebut. Tidak terdapat
puskesmas Di Desa Tegalsari, dan disana tidak dijumpai bidan. Sarana kesehatan
berupa dukun bayi hanya ada 1 buah di desa tersebut. Kurangnya sarana kesehatan
di Desa Tegalsari ini akan menimbulkan kesehatan masyarakat setempat kurang.
d.
Sarana Peribadatan
dan Sosial Kemasyarakatan
Sarana peribadatan merupakan
faktor yang sangat penting. Ibadah merupakan kewajiban semua umat manusia.
Berbagai macam sarana untuk beribadah dapat dijumpai di masyarakat kita.
Berikut ini disajikan tabel Sarana Peribadatan dan Sosial Kemasyarakatan di
Desa Tegalsari:
Tabel 4.1.4.5 Jumlah Sarana Peribadatan di
Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No.
|
Prasarana dan Sarana
|
Jumlah
|
1.
2.
3.
|
Masjid
Mushola
Gereja
|
8
9
1
|
Jumlah
|
18
|
Sumber : Data Sekunder
Berdasarkan data sekunder Desa Tegalsari kecamatan Karanggede pada tabel 4.1.4.5 disebutkan bahwa ada 8 masjid, 9 mushola dan 1
gereja. Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Tegalsari
menganut agama Islam, ditandai dengan fasilitas peribadatan yang sudah
tercukupi untuk umat Islam. Namun untuk agama lain terutama bagi penganut agama
hindu dan budha harus beribadah ke luar desa karena sarana peribadatan untuk
agama tersebut belum tersedia. Sedangkan untuk agama kristen dan katholik telah
tersedia 1 gereja sehingga sarana peribadatan cukup.
Data monografi desa Tegalsari yang kurang lengkap menyebabkan kami tidak
dapat mengetahui lembaga sosial kemasyarakatan yang ada di desa tersebut. Hal
tersebut menunjukkan bahwa di Desa Tegalsari fasilitas untuk sosial
kemasyarakatan cukup memadai sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
organisasi-organisasi tersebut untuk mengadakan kegiatan olah raga di desa
tersebut.
e.
Penyediaan Sarana
Produksi Pertanian
Desa Tegalsari, Kecamatan
Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013 memiliki penyedia sarana dan produksi
pertanian. Umumnya para petani di Desa Tegalsari memperoleh sarana produksi
pertanian seperti benih dan pupuk dengan cara membeli di kios saprodi yang ada
di kecamatan tetapi ada beberapa petani yang lebih memilih untuk memproduksinya
sendiri. Sedangkan sarana untuk pengolahan lahan seperti cangkul, sabit, dan
penyemprot hama, kebanyakan para petani sudah memiliki sendiri.
B.
Karakteristik Rumah Tangga
Petani di Desa Tegalsari Kecamatan Karanggede, Kabupaten
Boyolali
1.
Identitas Responden
a.
Status Rumah Tangga Petani, Jumlah Anggota Rumah Tangga
Petani di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Masyarakat Desa Tegalsari
yang rata-rata berprofesi sebagai petani pada umumnya telah berusia matang,
yaitu di atas 30 tahun dan sudah berkeluarga. Di bawah ini disajikan secara
rinci data jumlah anggota keluarga di Desa Tegalsari :
Tabel 4.2.1.1
Jumlah
Anggota Keluarga di Desa
Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Jumlah
|
Rata-rata
|
||
1
2
3
|
Suami
Istri
Anak
|
30
30
40
|
3
3
4
|
100
|
10
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2.1.1 Jumlah Anggota Keluarga di Desa Tegalsari, Kecamatan
Karanggede, Kabupaten Boyolali tahun 2013 dapat dilihat bahwa di Desa Tegalsari, rata-rata
jumlah anggota setiap keluarga sebanyak 4 orang dan rata-rata memiliki lebih
dari 2 orang anak setiap keluarganya. Mayoritas dari keluarga tersebut memiliki
anak yang sudah berkeluarga atau merantau sehingga rata-rata anak di Desa Tegalsari
yang masih menjadi tanggungan setempat sekitar 1 atau 2 orang anak saja .
Sedangkan ada salah satu anggota keluarga di Desa Tegalsari yang sudah tidak
mempunyai suami karena meninggal dunia.
b.
Umur Suami (KK) dan Umur Istri di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Dalam setiap keluarga telah
terjadi struktur keluarga dan tugasnya secara alami. Peran suami ialah untuk
mencari nafkah serta bertanggung jawab atas semua kebutuhan keluarganya.
Sedangkan untuk istri, ia memiliki peran mengatur segala kebutuhan rumah tangga
yang disesuaikan dengan pendapatan keluarganya. Maka umur sangat berpengaruh
terhadap produktivitas sebuah keluarga dalam mencukupi kebutuhan hidupnya.
Tabel di bawah ini menyajikan secara rinci data Umur
Suami (KK) dan Umur Istri di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali
Tahun 2013.
Tabel 4.2.1.2 Umur Suami (KK) dan Umur Istri di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Interval Umur
|
Suami
|
Istri
|
||
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
||
1
|
<20
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
21 – 30
|
0
|
0
|
0
|
0
|
3
|
31 – 40
|
1
|
3,3
|
7
|
24,2
|
4
|
41 – 50
|
14
|
46,7
|
14
|
48,2
|
5
|
51 – 60
|
9
|
30
|
7
|
24,2
|
6
|
>60
|
6
|
20
|
1
|
3,4
|
Jumlah
|
30
|
100
|
29
|
100
|
|
Rata-rata
|
7,5
|
25
|
7,25
|
25
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2.1.2 Umur Suami (KK) dan Umur Istri di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali di atas dapat
dilihat bahwa umur suami pada responden paling banyak berada pada interval umur
41-50. Hal ini ditunjukkan dengan persentase sebesar 46,7% atau sebanyak 14
orang untuk umur suami pada interval tersebut, untuk umur istri paling banyak
pada interval 41-50 juga sebanyak 48,2 % atau 14 orang. Ini menunjukkan bahwa
kebanyakan responden di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali
masih dalam usia produktif yang aktif di bidang pertanian.
c.
Pendidikan Suami (KK) dan Istri di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,Kabupaten
Boyolali Tahun 2013
Usia dan tingkat pendidikan akan
mempengaruhi sikap dan pola pikir petani. Semakin matang usia petani maka
pengalaman yang diperoleh semakin banyak dan semakin tinggi tingkat pendidikan
petani, maka sikap dan pola pikirnya akan semakin maju. Berikut akan disajikan
pendidikan suami dan istri yang terdapat di Desa Tegalsari, Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Boyolali.
Tabel 4.2.1.3 Pendidikan Suami (KK) dan Istri di
Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No.
|
Suami
|
Istri
|
|||
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
||
1.
2.
3.
4.
|
0 – 3
4 – 6
7 – 9
> 10
|
1
5
8
16
|
3,3
16,7
26,7
53,3
|
3
6
7
13
|
10,3
20,7
24,2
44,8
|
Jumlah
|
30
|
100
|
29
|
100
|
Sumber : Data Primer
Tabel 4.2.1.3 Pendidikan Suami (KK) dan Istri di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,Kabupaten Boyolali
Tahun 2013 di atas dapat dilihat bahwa pendidikan suami yang paling banyak
sampai tingkat pada interval >10 tahun SMA sebesar 44,8% sebanyak 16 orang, sedangkan istri pada umumnya juga mengenyam
pendidikan sampai SMA yaitu sebesar 44,8% sebanyak 13 orang sama seperti
kebanyakan suami.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan suami istri di Desa
Tegalsari cukup baik karena warga sadar
akan arti pentingnya pendidikan. Pengetahuan mereka tentang pentingnya
pendidikan membuat mereka sadar dan ilmu yang mereka dapat berguna nantinya. Hal
ini membuat masayarakat desa semakin berpengetahuan dan berpikir logis.
d.
Jenis Pekerjaan yang Menghasilkan di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Pekerjaan merupakan sarana masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Banyak sekali pekerjaan yang dapat dilakukan masyarakat
sesuai bakat yang mereka miliki. Di bawah ini disajikan secara rinci data jenis
pekerjaan responden yang menghasilkan di Desa Tegalsari
Tabel 4.2.1.4
Jenis Pekerjaan Responden yang Menghasilkan di Desa Tegalsari , Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Jenis
|
Jumlah
|
1.
|
a. Usaha Tani Lahan Sendiri
|
6
|
b. Usaha Tani Lahan Menyewa
|
8
|
|
c.Usaha Tani Lahan Menyakap
|
9
|
|
2.
|
a. Ternak Sendiri
|
-
|
b. Menyakap Ternak
|
-
|
|
c. Ternak Bantuan
|
-
|
|
3.
|
a. Buruh Tani Desa Sendiri
|
-
|
b. Buruh Tani Luar Desa
|
-
|
|
c. Buruh Tani Luar Kecamatan
|
-
|
|
4.
|
a. Bakul Warungan
|
-
|
b. Bakul di Pasar
|
1
|
|
c. Bakul Keliling
|
-
|
|
5.
|
a. Buruh Pabrik
|
-
|
b. Buruh Bangunan
|
-
|
|
c. Buruh Lain
|
1
|
|
6.
|
PNS
|
7
|
7.
|
Perangkat Desa
|
1
|
8.
|
Lain-Lain
|
8
|
Jumlah
|
41
|
|
Rata-Rata
|
5,125
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2.1.4 Jenis Pekerjaan Responden
yang Menghasilkan di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten
Boyolali di atas dapat disimpulkan bahwa suami maupun istri sebagian besar bekerja sebagai petani penyakap. Sedangkan petani penyewa menempti posisi kedua terbanyak setelah
petani penyakap. Dari berbagai sumber penghasilan anggota keluarga, banyak dari
mereka yang kebutuhannya tercukupi meskipun terbatas.
Pada umumnya sebagian masyarakat di
pedesaan lebih senang bekerja merantau. Karena bagi mereka merantau lebih
menjanjikan daripada bekerja di sekitar rumah. Bagi pemuda pemudi yang berusia
produktif di daerah Boyolali telah merantau demi berlangsungnya kehidupan keluarga
mereka.
2.
Penggunaan Aset Rumah Tangga
a.
Luas Pekarangan dan Luas
Bangunan Responden di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
Pekarangan merupakan bagian dari
rumah yang biasanya dimanfaatkan untuk menanam tananaman kebutuhan dapur.
Tanaman yang biasanya ditanam seperti kacang, jati, jagung, dll. Di bawah ini
disajikan secara rinci data luas pekarangan dan luas bangunan responden di Desa Tegalsari :
Tabel
4.2.2.1 Luas Sawah, Tegal, Pekarangan, Luas Tanah dan Luas Bangunan Responden
di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No.
|
Jumlah (m2)
|
Luas Rata-rata
|
|
1.
2.
3.
4.
|
Sawah
Tegal
Pekarangan
Bangunan
|
648,5
750
3887
2002,5
|
21,6
750
129,56
66,75
|
Jumlah
|
6788
|
967,91
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2.2.1 Luas sawah di Desa Tegalsari seluas 648,5 m. Sedangkan untuk lahan tegal memiliki lahan seluas 750 m2. Luas Pekarangan dan Luas Bangunan Responden di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali di atas
menunjukkan jumlah luas pekarangan yang dimiliki responden yang ada di Desa Tegalsari sejumlah 3887 m2. Ini berarti
rata-rata penduduk di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali mempunyai
pekarangan seluas 129,556 m2. Jumlah luas bangunan responden secara
keseluruhan adalah 2002,5 m2 dengan rata-rata 66,75 m2.
Luas
bangunan penduduk Desa Tegalsari sudah cukup luas dibandingkan dengan luas
bangunan penduduk di daerah perkotaan. Bangunan mereka umumnya mereka dapat
dari orang tua mereka yang dapat kita sebut hasil warisan. Biasanya orang-orang
pedesaan memang mempunyai luas bangunan yang cukup luas disebabkan karena
mereka mempunyai banyak anak, sehingga menuntut mereka untuk membuat bangunan
yang luas. Apabila di samping bangunan rumah masih ada tempat yang disebut
dengan pekarangan maka mereka biasanya menanami dengan tanaman-tanaman yang
digunakan untuk makan sehari-hari contohnya sayur-sayuran ataupun
kacang-kacangan.
b.
Keadaan Bangunan Rumah di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Kuat atau tidaknya suatu
rumah sangat dipengaruhi oleh kerangka rumah itu sendiri. Sebuah rumah biasanya
terdiri dari lantai, dinding, kerangka dan atap rumah. Tabel di bawah ini
disajikan secara rinci data keadaan bangunan rumah responden di Desa Tegalsari
Tabel 4.2.2.2 Keadaan Bangunan
Rumah Responden di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
No
|
Jenis
|
Jumlah
|
1.
|
Kerangka
|
|
a. Kayu Jati
|
20
|
|
b. Kayu Tahun
|
4
|
|
c. Bambu
|
1
|
|
2.
|
Dinding
|
|
a. Kayu Jati
|
2
|
|
b. Kayu Tahun
|
2
|
|
c. Bambu
|
1
|
|
d. Tembok
|
25
|
|
3.
|
Atap
|
|
a. Genting
|
29
|
|
b. Seng
|
-
|
|
c. Asbes
|
1
|
|
4.
|
Lantai
|
|
a. Ubin
|
30
|
|
b. Kayu
|
-
|
|
c. Tanah
|
-
|
|
Jumlah
|
115
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2.2.2 Keadaan Bangunan Rumah Responden di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali di atas dapat
diketahui bahwa keadaan bangunan rumah sebagian besar adalah sebagai berikut:
kerangka terbuat dari kayu jati dengan dinding dari tembok dan atap rumah berupa
genting. Lantainya sudah berupa ubin.
Keadaan
seperti inilah yang dijumpai dalam praktikum di Boyolali. Rumah yang
dikatagorikan sederhana mampu membuat para anggota keluarganya nyaman dan
tentram. Karena mereka
merasa cukup dengan apa yang mereka punyai saat ini.
c.
Pemilikan Elektronik, Akamar
Utama dan Kursi Tamu di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
Elektronik, kamar utama dan kursi
tamu merupakan kebutuhan sekunder setiap orang. Elektronik berfungsi untuk
memperoleh berbagai informasi yang ada di setiap belahan dunia. Tabel di bawah
ini menyajikan secara rinci data pemilikan elektronik, kamar utama dan
kepemilikan kursi tamu yang ada di Desa Tegalsari.
Tabel
4.2.2.3 Pemilikan Alat Elektronik, Kamar dan Mebelair Responden di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Jenis
|
Jumlah
|
Rata-Rata
|
1
|
Radio
|
15
|
0,5
|
2
|
TV
|
30
|
1
|
3
|
VCD
|
15
|
0,5
|
4
|
Kulkas
|
16
|
0,53
|
5
|
HP
|
50
|
1,67
|
6
|
Ruang Tamu
|
30
|
1
|
7
|
Kamar Tidur
|
84
|
2,8
|
8
|
Kamar Mandi
|
31
|
1,03
|
9
|
WC
|
19
|
0,63
|
10
|
Kursi Tamu
|
131
|
4,36
|
11
|
Lemari
|
101
|
3,36
|
Jumlah
|
522
|
17,38
|
|
Rata-rata
|
47,45
|
1,58
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan hasil pengamatan di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali dapat terlihat bahwa sebagian besar penduduk telah memiliki
barang elektronik. Barang elektronik yang dimiliki seperti VCD dan TV lah yang
secara keseluruhan telah dimiliki oleh sebagian besar warga Desa Tegalsari.
Sebanyak 16 kepala keluarga telah memiliki Kulkas.
Selain untuk alat komunikasi tentang
pertanian, para warga juga membutuhkan sarana hiburan. Misalnya TV yang hampir
tiap rumah memilikinya. Manusia juga membutuhkan adanya penyegaran pikiran.
Oleh karena itu, para penduduk yang berprofesi sebagai petani telah
menyediakaannya di rumah masing-masing.
d.
Bahan Bakar Masak dan
Penerangan Rumah di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
Bahan bakar masak dan penerangan
rumah merupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan. Terdapat berbagai macam
bahan bakar yang digunakan yaitu kayu bakar, minyak tanah dan gas. Sedangkan
penerangan yang digunakan adalah minyak dan listrik. Berikut ini disajikan data
tentang bahan bakar masak dan penerangan rumah di Desa Tegalsari.
Tabel 4.2.2.4 Bahan Bakar dan Penerangan Rumah di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Penerangan
|
Bahan Bakar Masak
|
||||
Jumlah
|
%
|
Jumlah
|
%
|
||
1
2
3
4
|
Gas
Kayu
Minyak tanah
Listrik
|
0
0
0
30
|
0
0
0
100
|
30
5
0
35
|
85,7
14,3
0
0
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan
hasil pengamatan di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali dapat
diketahui bahwa sebagian besar masyarakat nyasudah menggunakan bahan bakar gas
elpiji. Hal ini disebabkan karena mendapat bantuan subsidi dari pemerintah.
Selain itu, sebagian besar masyarakat di Desa Tegalsari masih menggunakan kayu
bakar karena kayu bakar mudah didapat. Demikian pula dengan kepemilikan
listrik, yang semua responden telah
dapat memanfaatkan aliran listrik yang telah masuk ke Desa Tegalsari. Hal ini
dikarenakan aliran listrik sudah terpasang di Desa Tegalsari. Itu berarti,
kehidupan warga di Desa Tegalsari sudah tidak primitif lagi.
e.
Pemilikan Kamar mandi, WC dan Kondisinya
di Desa
Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Kamar mandi
dan WC merupakan salah satu bagian dari sebuah rumah. Kebanyakan orang kerap kali menilai tingkat kesehatan
sebuah rumah dengan melihat kamar mandi dan WC rumah tersebut. Tabel di bawah ini menyajikan secara rinci data Kepemilikan Kamar Mandi dan WC di Desa Tegalsari.
Tabel 4.2.2.5 Pemilikan Sumur Kamar mandi, dan
WC di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Jumlah
|
%
|
||
1
2
|
Kamar mandi
WC
|
31
19
|
62
38
|
Jumlah
|
50
|
100
|
|
Rata-rata
|
25
|
25
|
Sumber : Data
Primer
Berdasarkan data tabel 4.2.2.5
Kepemilikan Kamar mandi, WC. Kondisinya di Desa Tegalsari di atas dapat diketahui
bahwa semua responden sudah mempunyai kamar mandi ataupun
WC sendiri meskipun masih sederhana. Dan berdasarkan survei yang dilakukan oleh
surveyor atau penanya sekaligus pengamat, kamar mandi serta WC yang dimiliki
oleh warga Desa Tegalsari sudah tidak seperti zaman primitif dahulu kala. Kamar
mandi serta WC yang dimiliki oleh warga Desa Tegalsari sebagian besar sudah
berupa ruangan tertutup dan tidak terbuka lagi seperti gambaran umum kamar
mandi di desa-desa zaman dahulu. Dari beberapa responden juga masih mempunyai
kamar mandi yang letaknya tidak di dalam rumah atau agak keluar dari area dalam
rumah.
f.
Pemilikan Alat
Transportasi/Kendaraan di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Setiap orang pasti membutuhkan alat
transportasi untuk memperlancar akses pengankutan. Dengan adanya alat transportasi kita dapat pergi
ke setiap tempat yang kita inginkan dengan mudah. Berikut
ini disajikan data kepemilikan alat transportasi/kendaraan responden di Desa Tegalsari
Tabel 4.2.2.6 Pemilikan Alat Transportasi/Kendaraan di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No.
|
Jumlah
|
%
|
|
1
|
14
|
25,45
|
|
2
|
37
|
67,27
|
|
3
|
4
|
7,28
|
|
55
|
100
|
||
18,3
|
Sumber : Data
Primer
Berdasarkan data tabel
4.2.2.6 di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat di Desa Tegalsari
sudah memiliki alat transportasi mereka sendiri. Dan sebagian besar diantara
mereka memiliki sepeda motor. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat di Desa Tegalsari
sudah cukup mampu dalam hal kepemilikan alat transportasi meskipun hanya
sebatas sepeda motor. Bahkan dalam satu keluarga mempunyai motor lebih dari
satu. Kehidupan mereka sudah dapat dikatakan berkecukupan, karena mereka sudah mampu
membeli alat transportasi, meskipun paling minim mereka hanya memiliki sepeda.
Ada juga dari mereka yang memiliki mobil karena kehidupannya lebih dari cukup.
g.
Pemilikan dan Asal Aset Rumah Tangga di Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Rumah atau tanah merupakan aset bagi setiap pemiliknya, dimana aset tersebut bisa
berasal dari warisan orang tua, atau hasil jerih payah sendiri. Aset sangat
penting bagi setiap orang yang memilikinya karena merupakan tolak ukur
kekayaannya. Kepemilikan dan asal aset
rumah tangga responden di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013 tidak diketahui berapa aset yang yang dimiliki
setiap rumah tangga karena tidak ada sumber data yang tercantum.
3. Akses terhadap Pendidikan
dan Pelayanan Kesehatan di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali
Tahun 2013
Tabel 4.2.3.1 Akses Pendidikan Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Keterangan
|
Jumlah
|
%
|
1
2
3
4
5
|
Belum sekolah
SD
SMP/MTs
SMA/SMK/MA
Perguruan Tinggi
|
58
150
101
-
-
|
18,78
48,54
32,68
0
0
|
Jumlah
|
309
|
100
|
|
Rata-rata
|
103
|
4
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel di atas, akses
pendidikan warga di Desa Tegalsari masih rendah. Karena sebagian besar warganya lulusan SD.
Namun itu kebanyakan dari golongan orang tua dan dewasa, karena sekarang para
orang tua di Desa Tegalsari sudah sadar akan pentingnya pendidikan sehingga
mereka berusaha menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak
hanya sampai tingkat SD seperti mereka. kemudian sebanyak 101 warga akses
penidikannya sampai SMP. Selain itu 150 orang lainnya menempuh/mengakses
tingkat SD. Sedangkan 58 orang belum mempunyai akses pendidikan/belum sekolah
karena umur mereka yang belum cukup untuk masuk tingkat sekolah. Semakin
banyaknya sarana untuk mengakses pendidikan di Desa Tegalsari
Tabel 4.2.3.2 Akses Pelayanan Kesehatan Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Keterangan
|
Jumlah
|
%
|
1
|
Dokter
|
5
|
19,23
|
2
|
Puskesmas
|
19
|
73,07
|
3
|
Bidan
|
0
|
0
|
4
|
Lain-lain
|
2
|
7,69
|
Jumlah
|
26
|
100
|
|
Rata-rata
|
1
|
4
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan hasil pengamatan, secara
umum penduduk di desa Tegalsari dalam mengakses sarana dan pelayanan kesehatan
lebih memilih datang ke Puskesmas. Hal ini dikarenakan jarak untuk datang ke
Puskesmas lebih dekat dan mudah dijangkau. Sebagian besar penduduk di desa Tegalsari
memanfaatkan puskesmas yang ada di desa dan di kecamatan, karena lebih murah
dan dekat untuk memeriksakan kesehatan. Selain itu karena puskesmas ini dirasa mereka sudah dapat
meredakan sakit yang mereka alami. Selain itu, berobat ke dokter juga agak jauh
dari tempat tinggal mereka. Namun, jika memang dirasa menderita penyakit yang
serius, masyarakat desa Tegalsari baru pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan
penyakit mereka kepada dokter yang berwenang.
4. Pola Pangan Pokok dan Frekuensi Makan
Keluarga di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Tabel 4.2.4.1 Pola Pangan dan Frekuensi Makan
Keluarga Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Keterangan
|
Jumlah
|
1
|
Makanan pokok nasi / 3 kali sehari
|
30
|
Sumber : Data Primer
Secara umum
masyarakat di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013 memiliki pola makan pokok nasi sepanjang tahun. Untuk frekuensi atau jumlah makan keluarga
dalam sehari adalah tiga kali. Pola makan dengan nasi sebanyak tiga kali sehari
ini sudah dilakukan sejak mereka lahir.
Masyarakat
Desa Tegalsari terkadang juga mengkonsumsi bahan yang lain pula misalkan roti supaya tidak bosan namun persentase
mengkonsumsi bahan makanan ini tidak terlalu sering seperti mereka memakan nasi pada kehidupan sehari-harinya. Para responden juga
terkadang mengkonsumsi aneka
buah-buahan yang kebanyakan didapat dari
hasil pekarangan mereka sendiri.
C. Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga
1.
Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan dari Usaha Tani
Sendiri
a. Penerimaan dari Usahatani sawah
Seperti yang dapat kita ketahui bersama
bahwa proses produksi yang dilakukan oleh seorang produsen akan
menghasilkan sejumlah barang atau produk. Produk inilah yang merupakan jumlah
barang yang bila dijual oleh seseorang akan menjadi penerimaan bagi seseorang
tersebut, penerimaan tersebut dapat berupa finansial. Jadi pengertian
penerimaan adalah sejumlah uang atau hasil yang diterima oleh seseorang atas
penjualan produk yang dihasilkan. Berikut ini akan disajikan tabel dari data penerimaan dari
usahatani sendiri di
Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali.
Tabel 4.3.1.1 Penerimaan Keseluruhan Responden Petani
Pemilik Penggrap untuk Usahatani Sendiri Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Keterangan
|
Pemilik Penggarap
|
Penyewa
|
Penyakap
|
1
|
MT 1
|
47.167.000
|
39.895.000
|
30.575.000
|
2
|
MT 2
|
49.511.000
|
37.783.500
|
32.820.000
|
3
|
MT 3
|
40.075..000
|
28.395.800
|
23.375.00
|
Jumlah
|
139.753.000
|
110.974.300
|
79.120.000
|
|
Rata-rata
|
13.975.300
|
11.097.430
|
7.912.000
|
Sumber
: Data Primer
Berdasarkan Tabel 4.3.1.1. dapat diketahui bahwa penerimaan dari
usahatani sawah pada tiap masa tanam berbeda-beda
jumlahnya. Untuk petani pemilik penggarap , penerimaan yang diperoleh pada masa
tanam pertama adalah sebesar Rp 47.167.000,00 pada masa tanam berikutnya
sebesar Rp. 49.511.000,00 dan untuk masa tanam ke ketiga sebesar Rp 40.075.000,00.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerimaan terbesar berada pada masa
tanam pertama, hal ini dikarenakan adanya pengaruh musim yang bagus, dan
sedikitnya hama yang menyerang sehinggga biaya yang dikeluarkan selama produksi
tidak terlalu tinggi. Jumlah dari penerimaan sebesar Rp 139.753.000,00 dengan
rata-rata tiap keluarga sebesar Rp13.975.300,00.
Petani penyewa penerimaan yang diterima sebesar Rp 39.895.000,00 pada masa tanam pertama, masa tanam kedua
sebesar Rp 37.783.500,00 dan pada masa tanam ketiga sebesar Rp 28.395.800,00.
Jumlah dari penerimaan sebesar Rp 110.974.300,00 dengan rata-rata Rp
11.097.430,00 per tahun. Petani penyakap memperoleh penerimaan pada
masa tanam pertama sejumlah Rp 30.575.000,00
masa tanam berikutnya sejumlah Rp 32.820.000,00 dan untuk masa tanam ketiga
sejumlah Rp 23.375.000,00. Jumlah penerimaan sebesar Rp 79.120.000,00 dengan rata-rata Rp 7.912.000,00.
Berdasarkan Tabel 4.3.1.1 seluruh responden
yaitu petani pemilik penggarap , penyewa dan penyakap hasil penerimaan yang didapatkan
paling banyak diperoleh pada masa tanam pertama, sebab sawah yang mereka miliki
pengairannya berasal dari waduk. Sehingga walaupun musim kering tiba, mereka
masih bisa menanam padi yaitu pada masa tanam ketiga.
b.
Biaya dari usahatani sawah
Biaya adalah
pengorbanan sumber daya ekonomis yang diukur dengan satuan uang yang telah
terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan
tertentu yang diharapkan dapat memberi manfaat bagi proses produksi yang
dilakukan. Berikut ini akan
disajikan tabel dari data
biaya dari usahatani sendiri di Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali.
Tabel 4.3.1.2 Biaya dari Usahatani sawah di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Keterangan
|
Pemilik
Penggarap
|
Penyewa
|
Penyakap
|
1
|
MT 1
|
12.553.500
|
17.530.200
|
9.872.700
|
2
|
MT 2
|
12.571.500
|
15.115.800
|
10.196.500
|
3
|
MT 3
|
10.175.500
|
15.100.800
|
15,940.300
|
Jumlah
|
35.274.500
|
47.746.800
|
59.272.100
|
|
Rata-rata
|
3.527.450
|
4.774.680
|
5.927.210
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan
Tabel 4.3.1.2 dapat kita ketahui bahwa untuk biaya yang harus dikeluarkan oleh semua
petani berbeda-beda jumlahnya. Seperti halnya pada petani pemilik penggarap
biaya yang harus dikeluarkan pada masa tanam yang pertama sebesar Rp.
12.553.500,00 sedangkan masa tanam selanjutnya sebesar Rp. 12.571.500,00 dan
untuk masa tanam yang terakhir sebesar Rp. 10.175.000,00. Jumlah seluruhnya
sebesar Rp 35.274.500,00, dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan sebesar Rp
3.527.450,00.
Responden
penyewa pada masa tanam pertama biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 17.530.200,00 , pada masa tanam kedua biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp 15.115.800,00 , sedangkan masa tanam ketiga sebesar Rp 15.100.800,00 . Jumlah biaya yang dikeluarkan adalah Rp 47.746.800,00 dengan rata-rata Rp 4.774.680,00.
Responden
petani penyakap untuk setiap masa tanam
hampir seimbang. Hal ini ditujukkan dengan besarnya biaya pada masa tanam
pertama sebesar Rp 9.872.700,00, pada masa tanam yang kedua sebesar Rp
10.196.500,00 dan pada masa tanam ketiga sejumlah Rp 15,940.300,00. Total jumlah biaya yang harus
dikeluarkan untuk petani penyakap sebesar Rp 59.272.100,00, dengan rata-rata jumlah yang dikeluarkan dalam sekali masa tanam
adalah Rp 5.927.210,00.
Analisis
semua responden baik petani pemilik, penyewa maupun penyakap dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada setiap masa tanam biaya yang dikeluarkan akan
berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti halnya
kondisi lahan dan kondisi cuaca yang tidak stabil. Biaya yang di keluarkan petani
adalah biaya untuk produksi hasil pertanian dari usahatani berupa sawah. Secara
umum biaya yang harus dikeluarkan berupa benih, pupuk, pestisida, upah tenaga
kerja, pajak lahan. Dari ketiga masa tanam dapat kita tarik kesimpulan bahwa
pada masa tanam pertama biaya yang harus dikeluarkan lebih besar dibandingkan
masa tanam selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pada masa tanam pertama
petani mengusahakan agar produksinya maksimal, oleh karena itu petani harus
mengeluarkan biaya untuk saprodi seperti benih, pupuk dan pestisida untuk
mencegah atau menanggulangi serangan hama. Sedangkan untuk masa tanam yang
berikutnya biasanya petani memanfaatkan hasil produksinya untuk kemudian
dijadikan sebagai benih, jadi tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk membeli
benih.
c.
Pendapatan Usahatani dari Sawah
Pendapatan
merupakan hasil pengurangan dari penerimaan dengan biaya yang telah dikeluarkan
selama proses suatu kegiatan berlangsung. Penggunaan pendapatan didasarkan pada
tingkat kebutuhan. Semakin besar pendapatan seseorang maka kebutuhan tersebut
ikut bertambah. Sebaliknya semakin kecil pendapatan maka kebutuhan tersebut
semakin sedikit. Berikut
iniakan disajikan tabel daridata
pendapatan dari usahatani sendiri di Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali.
Tabel 4.3.1.3
Pendapatan dari Usahatani Sendiri di di Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
No
|
Keterangan
|
Pemilik
Penggarap
|
Penyewa
|
Penyakap
|
1
|
MT 1
|
34.639.500
|
21.787.800
|
2.070.200
|
2
|
MT 2
|
36.939.500
|
22.667.700
|
22.622.500
|
3
|
MT 3
|
29.899.500
|
18.195.000
|
15.940.300
|
Jumlah
|
101.478.500
|
63.227.500
|
59.272.100
|
|
Rata-rata
|
10.147.850
|
6.322.750
|
5.927.210
|
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 4.3.1.3.dapat diketahui bahwa dengan adanya
perbedaan penerimaan dan biaya yang dikelaurkan untuk setiap masa tanam, hal
tersebut tentunya akan mempengaruhi terhadap pendapatan yang diperoleh pada setiap masa tanam jumlahnya akan
berbdesa juga. Dilihat dari hasil analisis kedua petani anatara pemilik
penggarap, penyewa, dan penyakap. Dapat disimpulkan bahwa pendapatan yang
paling banyak didapat adalah pada tingkat petani pemilik penggarap. Hal itu
disebabkan karena petani pemilik penggarap tidak ada pungutan untuk menyewa
lahan dan tidak ada sistem bagi hasil yang ada pada petani penyewa dan
penyakap. Dan tentunya pendapatan yang lebih besar akan mempengaruhi tingkat
kebutuhan yang banyak.
Petani pemilik penggarap pada masa tanam pertama, pendapatan yang diperoleh
sebesar Rp 34.639.500,00 untuk masa tanam selanjutnya sebesar Rp 36.939.500,00 dan
untuk masa tanam terakhir sebesar Rp
29.899.500,00. Jumlah total pendapatan yang diterima
oleh petani penggarap sebesar Rp 101.478.500,00. Dan rata-rata jumlah yang
didapat adalah Rp 10.147.850,00.
Petani penyewa pada
masa tanam kedua, pendapatan yang diperoleh Rp 21.787.800,00,
masa tanam kedua sebesar Rp 22.667.700,00 sedangkan masa tanam ketiga sejumlah
Rp 18.195.000,00. Jumlah pendapatan petani penyewa sebesar Rp 63.227.500,00 dengan rata-rata Rp 6.322.750,00.
Berdasarkan tabel 4.3.1.3
untuk petani penyakap dapat kita ketahui bahwa besarnya pendapatan yang
diperoleh pada masa tanam pertama sebesar Rp 20.702.200,00, masa tanam kedua
sebesar Rp 22.622.500,00, untuk masa tanam ketiga didapat Rp 15.940.300,00 .
Total jumlah pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 59.272.100,00 dengan
rata-rata pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 5.927.210,00
Tabel di atas dapat
dapat diketahui bahwa responden petani memperoleh pendapatan yang tidak begitu
besar pertahunnya. Hal ini sebagian disebabkan oleh serangan hama yang menyebabkan terjadinya gagal panen.
Faktor iklim juga berpengaruh dimana lahan yang dimiliki responden petani
merupakan lahan tadah hujan sangat bergantung pada curah hujan yang ada, dan
luas lahan responden petani.
2. Pendapatan dari Bekerja pada Usaha
Tani Lain
Kita mengetahui bahwa proses produksi yang dilakukan oleh seorang
produsen akan menghasilkan sejumlah barang atau produk. Produk inilah yang
merupakan jumlah barang yang bila dijual oleh seseorang akan menjadikan
penerimaan bagi seseorang tersebut. Jadi pengertian pendapatan adalah sejumlah
uang yang diterima oleh seseorang atas penjualan produk yang dihasilkan yang
telah di potong oleh biaya proses produksi. Berikut ini akan disajikan tabel dari data pendapatan dari usahatani
lain berupa tegal di Desa Tegalsari, Kecamatan
Karanggede, Kabupaten Boyolali.
Tabel 4.3.2.1 Pendapatan
dari Bekerja pada Usaha Tani lain di
Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten
Boyolali Tahun 2013
No
|
Keterangan
|
Pemilik Penggarap
|
Penyewa
|
1
2
|
Penerimaan
Biaya
|
200.000
16.500
|
6.700.000
2.883.500
|
Pendapatan
|
183.500
|
3.816.500
|
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan
Tabel 4.3.2.1 Pendapatan dari Bekerja pada Usaha Tani lain di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali pada tahun 2013 selain bekerja pada usahatani sawah
para petani juga bekerja pada usahatani lain seperti ternak, pekarangan dan
buruh tani. Pendapatan petani pada
usaha tani ini cukup lumayan banyak, dikarenakan pendapatan dapat menambahi
hasil dari sawah.
Penerimaan hasil
usaha tani untuk petani pemilik penggarap sebesar Rp 200.000, biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp 16.500 , sehingga pendapatan yang diterima sebesar Rp
183.500. Pada petani penyewa penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 6.700.000,
biayanya sebesar 2.883.500, sehingga pendapatan yang diterima seluruhnya
sebesar Rp 3.816.500. Sedangkan pada petani penyakap tidak memiliki pendapatan
dari usahatani dari luar.
Pendapatan petani dari usahatani lain adalah pendapatan yang mampu
menambah banyaknya pengasilan petani di bidang yang lain selain bercocok tanam
misalnya adalah ternak. Petani memilih untuk mencari usaha lain yang
menguntungkan dan dapat menambah penghasilan. Berternak cukup mudah dilakukan
karena pakan yang murah dengan mudah bisa didapatkan dimana-mana. Hasilnya juga
cukup lumayan untuk menambah penghasilan dan menutup kekurangan dari hasil
usaha tani. Selain itu biasanya para petani disana juga bekerja sebagai buruh
tani apabila sawah mereka sudah selesai ditanami. Hal ini dilakukan juga untuk
menambah penghasilan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari serta mengisi waktu
kosongnya setelah menandur.
3. Pendapatan dari Luar Pertanian
Pendapatan adalah hasil dari penerimaan yang telah di kurangi oleh
biaya. Definisi dari biaya adalah pengorbanan sumber daya ekonomis yang diukur
dengan satuan uang yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan
akan terjadi untuk tujuan tertentu yang diharapkan dapat memberi manfaat bagi
proses produksi yang sedang dilakukan. Berikut iniakan disajikan tabel dari data pendapatan dari usahatani
lain berupa usahatani ternak di Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali.
Tabel 4.3.3.1 Rata-rata Pendapatan dari Luar Pertanian di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten
Boyolali tahun 2013
Suami (Rp)
|
Istri (Rp)
|
Anak (Rp)
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
||
1
2
3
|
Pemilik penggarap
Penyewa
Penyakap
|
147.000.000
183.584.000
62.100.000
|
39.600.000
25.000.000
48.778.000
|
-
11.426.500
11.520.000
|
180.600.000
37.200.000
122.398.000
|
18.060.000
3.720.000
12.239.800
|
Jumlah
|
392.684.000
|
113.378.000
|
22.946.500
|
339.658.000
|
34.019.000
|
Sumber
: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel
4.3.3.1 Rata-rata Pendapatan dari Luar Pertanian di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede,
Kabupaten Boyolali tahun 2013.. Menurut data yang diperoleh, dapat dilihat
bahwa jumlah pendapatan pada petani pemilik penggarap sebesar Rp.
180.600.000 , jumlah petani penyewa sebesar Rp 37.200.000 dan jumlah pendapatan
dari petani penyakap sebesar Rp 339.658.000. Rata-rata pendapatan berdasarkan
status petani pemilik penggarap suami, istri, dan anak sebesar Rp 18.060.000
per tahun, pendapatan petani penyewa memiliki rata-rata pendapatan sebesar Rp
3.720.000 per tahun sedangkan rata-rata pendapatan petani penyakap sebesar Rp.
12.239.800 per tahun dari jumlah kesuluran hasil pekerjaan di luar usaha tani
suami, istri dan anak.
Pendapatan suami
dengan status sebagai petani pemilik penggarap sebesar Rp. 147.000.000 dari
hasil pekerjaan sebagai pedagang, karyawan swasta atau buruh tani, sedangkan
pendapatan istri sebesar Rp. 39.600.000 dari hasil berdagang bakul dan/atau
hasil usaha warung. dan pendapatan anak sebesar Rp. 9.600.000 dari hasil
kerjanya yang rata-ratanya menjadi karyawan-karyawan swasta di suatu
perusahaan.
Pendapatan suami
dengan status petani penyewa sebesar Rp 183.584.000 dari hasil buruh, peternak,
atau karyawan swasta, sedangkan pendapatan istri Rp 25.000.000 didapat dari
membuka usaha sendiri seperti warung kecil-kecilan, menjadi buruh. Pendapatan
anak yang didapat sebesar Rp 11.426.650 yang kebanyakan mereka bekerja sebagai
karyawan –karytawan swasta.
Pendapatan suami
dengan status sebagai petani penyakap sebesar Rp. 62.100.000 dari hasil pekerjaan sebagai
buruh, peternak ataupun pegawai negeri atau perangkat desa, karyawan swasta, sedangkan
pendapatan istri sebesar Rp.48.778.000 dari hasil berdagang bakul dan/atau
hasil usaha warung. Pendapatan anak sebesar Rp 11.520.000 didapat dari bekerja
sebagai karyawan swasta.
4. Total Pendapatan Rumah Tangga Responden .
Rumah
tangga Desa Tegalsari
mendapatkan pendapatan dari usaha tani pangan, kemudian dari usaha tani ternak,
juga dari luar usaha tani. Walaupun pendapatan yang didapatkan masyarakat Desa Tegalsari sangat sedikit
bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam usaha tani, tetapi dapat
ditutupi dengan pendapatan dari usahatani luar. Kemudian di sini kita akan
memaparkan total pendapatan rumah tangga petani di Desa Tegalsari.
Tabel 4.3.4.1 Total Pendapatan
Rumah Tangga Petani di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013.
No
|
Keterangan
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
A.
|
Pemilik
penggarap
|
||
1.
2.
|
Dari
Usahatani
a. Sawah
b. Tegal
c. Usahatani Lain
Dari Luar Usahatani
a. Suami
b. Istri
c. Anak
d. Lain-lain
|
101.478.500
40.000
183.500
147.000.000
39.600.000
-
|
10.147.850
4.000
18.350
14.700.000
3.960.000
-
|
Jumlah
|
288.302.000
|
28.830.200
|
|
B
1.
2.
|
Penyewa
Dari
Usahatani
a. Sawah
b. Tegal
c. Usahatani Lain
Dari Luar Usahatani
a. Suami
b. Istri
c. Anak
d. Lain-lain
|
42.579.000
1.161.000
3.816.500
183.584.000
25.000.000
11.426.500
-
|
4.257.900
116.100
381.650
18.358.400
2.500.000
1.142.500
-
|
Jumlah
|
26.7567.700
|
2.675.770
|
|
C
1
2
|
Penyakap
Dari
Usahatani
a.
Sawah
b.
Tegal
c.
Usahatani Lain
Dari Luar Usahatani
a.
Suami
b.
Istri
c.
Anak
d.
Lain-lain
|
48.502.100
62.100.000
48.778.000
62.100.000
48.778.000
11.520.000
|
4.850.210
6.210.000
4.877.800
6.210.000
4.877.800
1.152.000
|
Jumlah
|
281.778.100
|
28.177.810
|
Sumber:
Analisis Data Primer
Berdasarakan
Tabel 4.3.4.1 Total Pendapatan Rumah Tangga Responden di Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali tahun 2013 dapat diketahui bahwa total
pendapatan dari usaha tani didapat dari petani pemilik penggarap yaitu sebesar
Rp 288.302.000,00. Pendapatan yang berasal dari usahatani bagi petani penyakap
terkadang belum bisa mencukupi kebutuhan mereka, karena mereka harus membagi
hasil pendapatannya dengan pemilik lahan sehingga buat kebutuhan sehari-hari
masi kurang mencukupi. Oleh karena itu banyak petani-petani penyakap bekerja
tambahan sebagi buruh, ternak, atau pekerjaan lain hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
5.
Konsumsi
Rumah Tangga Responden
Konsumsi
rumah tangga petani masyarakat Desa Tegalsari dibagi kedalam bahan makanan, bukan makanan, serta konsumsi
pakaian, perumahan. Berikut ini disajikan tabel tentang konsumsi rumah tangga
petani.
Tabel 4.3.5.1 Konsumsi Rumah Tangga Responden di Desa Tegalsari, Kecamatan
Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun
2012
Keterangan
|
Jumlah(Rp)
|
Rata-rata
|
|
A. Pemilik penggarap
|
|||
a.
Bahan
makanan
b.
Bukan
makanan
c.
Konsumsi
pakaian,
perumahan, dll
|
52.670.400
48.170.100
30.854.000
|
5.267.040
4.817.010
3.085.400
|
|
Jumlah
|
131.693.800
|
13.169.380
|
|
B. Penyewa
|
|||
a. Bahan makanan
b. Bukan makanan
c. Konsumsi
pakaian,
perumahan,
dll
|
63.002.900
43.658.200
20.680.000
|
6.300.290
4.365.820
2.068.000
|
|
Jumlah
|
127.341.100
|
12.734.110
|
|
C. Penyakap
|
|||
a. Bahan makanan
b. Bukan makanan
c.
Konsumsi
pakaian, perumahan, dll
|
48.588.300
43.165.500
54.683.000
|
4.858.830
4.316.550
5.468.300
|
|
Jumlah
|
113.436.800
|
11.343.680
|
Sumber : Analisis Data
Primer
Berdasarkan Tabel
4.3.5.1 Konsumsi Rumah Tangga Responden di Desa Tegalsari, Kecamatan
Karanggede, kabupaten Boyolali tahun 2013 dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi
untuk keluarga Petani pemilik penggarap
sebanyak Rp 131.693.800,00 dengan perincian untuk konsumsi bahan
makanan sebesar Rp. 52.670.400,00, untuk bukan makanan Rp. 48.170.100,00.
konsumsi pakaian, perumahan, dan
lain-lain adalah sebesar Rp. 30.854.000,00. Jadi penerimaan yang diperoleh dari berbagai jenis
pekerjaan dialokasikan paling besar untuk konsumsi bahan makanan yang mencapai.
Penggunaan pendapatan ini paling sedikit digunakan untuk konsumsi pakaian,
perumahan,dll.
Petani
penyewa menggunakan konsumsi sebanyak Rp 127.341.100,00 dengan perinciaan
digunakan untuk membeli bahan makanan sebesar Rp 63.002.900,00, bukan makanan
sebesar Rp 43.658.200,00, sedangkan untuk konsumsi perumahan, pakaian dan lain
sebagainya membutuhkan Rp 20.680.000,00.
Petani Penyakap
mengunakan konsumsi sebanyak Rp.
113.436.800,00 untuk konsumsi bahan makanan sebesar Rp 48.588.300,00
untuk bukan makanan Rp. 43.165.500,00, konsumsi pakaian, perumahan, dan
lain-lain adalah sebesar Rp. 54.683.000,00. Jadi penerimaan yang diperoleh dari berbagai jenis
pekerjaan dialokasikan paling besar
untuk konsumsi pakaian, perumahan dan lain-lain.
6.
Pendapatan, Konsumsi, Tabungan, dan Investasi
Pendapatan,
Konsumsi, Tabungan Masyarakat Desa Tegalsari yang kami golongkan menjadi
pemilik penggarap, penyewa, serta penyakap memiliki prestasi yang baik. Sebab
dalam sejauh pengamatan yang kita tanhyakan kepada masyarakat Desa Tegalsari,
bahwa tidak pernah diketemukan defisit. Disini akan dipaparkan tentang
pendapatan, konsumsi, tabungan masyarakat Desa Tegalsari.
Tabel 4.3.6.1
Pendapatan, Konsumsi, Tabungan, dan Investasi Rumah Tangga di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013
Status Petani
|
Rata-rata Pendapatan (Rp)
|
Rata-rata Konsumsi (Rp)
|
Rata-rata Tabungan (Rp)
|
Rata-rata Investasi (Rp)
|
a.
Pemilik Penggarap
b.
Penyewa
c.
Penyakap
|
26.413.900
25.847.800
18.977.210
|
10.793.200
11.148.710
14.743.750
|
14.757.870
14.582.990
4.231.810
|
-
-
-
|
Jumlah
|
71.238.910
|
36.685.660
|
33.554.670
|
Sumber : Analisis Data
Primer
Berdasarkan Tabel
4.3.6.1 Pendapatan Konsumsi, Tabungan, dan Investasi Rumah Tangga di di Desa
Tegalsari, Kecamatan Karanggede, kabupaten Boyolali tahun 2013. Pendapatan
rata-rata terbesar dimiliki oleh Penggarap lahan dengan rata-rata Rp. 26.413.900
, petani penyewa Rp 25.847.800 dan pemilik petani penyakap dengan hasil rata-rata
pendapatannya adalah Rp. 18.977.210. Konsumsi rata-rata terbesar per tahun yaitu petani Penggarap yaitu sebesar Rp 10.793.200, konsumsi rata-rata untuk petani
penyewa adalah Rp 11.148.710. Sedangkan konsumsi rata-rata lebih
kecil adalah petani penyakap yaitu sebesar Rp 14.743.750. Hal ini disebabkan karena petani dengan status
Penggarap harus menyesesuaikan dengan pendapatannya untuk bertahan hidup. Selain digunakan untuk konsumsi para
petani juga memanfaatkan pendapatan mereka untuk tabungan dan investasi.
Tabungan rata-rata terbesar adalah petani penggarap lahan yaitu sebesar Rp 14.757.870,00 tanpa ada investasi. Pada analisis pendapatan ini
ditunjukan bahwa petani Penggarap adalah pemegang pendapatan terbanyak, karena
petani penggarap menggunakan pekarangn atau tegal untuk menanam Palawijo (cabai dan jagung)
sehingga penghasilan mereka tambah besar didukung dengan adanya harga cabai
yang cukup tinggi dalam hal menanam cabai, petani pemilik penggarap ,penyewa maupun
petani penyakap lainnya mengakui bahwa tanaman cabai penuh resiko dan bermodal
besar dengan kepercayadirian serta tidak luput dari pendidikan yang cukup
minimal mengetahui perkembangan pasar ataupun perkembangan dunia pertanian.
Oleh karena itu banyak petani yang tidak mau nangung resiko atas cabai itu
sendiri, padahal jika dalam menanam cabai dari on farm sampai off farm berjalan
dengan baik maka hasil yang di dapat berkali kali lipat dari biaya yang
dikeluarkan.
Konsumsi rumah tangga pada petani meliputi konsumsi bahan makanan, bukan
bahan makanan, konsumsi perumahan dan lain-lain. Dari ketiga kebutuhan konsumsi
tersebut petani paling banyak mengalokasikan pendapatan mereka untuk konsumsi
makanan. Hal ini wajar karena makanan adalah hal pokok bagi manusia. Konsumsi
paling sedikit adalah pada konsumsi pakaian dan lain-lain. Bagi petani bisa
makan saja sudah cukup, untuk keperluan-keperluan yang lain seperti pakaian
biasanya hanya dalam setahun sekali pada saat lebaran maupun hari-hari besar.
Pengeluaran-pengeluaran seperti itu dianggap tidak begitu penting dan tidak
mendesak. Selain digunakan untuk konsumsi para petani juga memanfaatkan
pendapatan mereka untuk tabungan dan investasi. Tabungan dan investasi ini
digunakan. Investasi ini dapat berupa ternak dan alat-alat pertanian.
7.
Strategi Bertahan Hidup Rumah Tangga.
Tiap keluarga mempunyai
strategi sendiri-sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarganya.
Sehingga antara keluarga satu dengan keluarga lainnya berbeda dalam strategi
bertahan hidupnya. Berikut ini disajikan secara rinci tentang strategi bertahan
hidup rumah tangga petani di Desa Tegalsari :
Tabel 4.3.7.1 Macam-macam startegi hidup para petani pemilik penggarap di di Desa
Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2012
No.
|
Macam
Strategi
|
∑
|
Rata-rata
|
1.
|
Aktif bekerja diluar pertanian
|
8
|
0,8
|
2.
|
Memanfaatkan bantuan pemerintah
|
3
|
0,3
|
3.
|
Memanfaatkan bantuan orang lain
|
0
|
0
|
4.
|
Berhutang pada saudara
|
3
|
0,3
|
5.
|
Meminjam ke Bank, BPR dan KUD
|
4
|
0,4
|
6.
|
Menunggu kiriman keluarga rantau
|
0
|
0
|
7.
|
Menyesuaikan pengeluran dengan pendapatan
|
7
|
0.7
|
8.
|
Tidak menyekolahkan anak ke jenjan yang
lebih tinggi
|
2
|
0,2
|
9.
|
Mengoptimalkan penggunaan lahan sendiri
|
7
|
0.7
|
10.
|
Memanfaatkan lingkungan
|
3
|
0.3
|
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 4.3.7.1
Macam-macam Strategi bertahan hidup para petani pemilik penggarap di
Desa Tegalsari, Kecamatan karanggede, Kabupaten Boyolali Tahun 2013 dapat diketahui ada yang bertahan hidup dengan cara aktif bekerja di luar pertanian (bakul, buruh, ternak,
pegawai), bantuan pemerintah, bantuan
pihak lain, penyesuaian pendapatan konsumsi, hemat barang, memanfaatkan
pekarangan, hutang, dan menunggu kiriman. Cara
yang paling sering lakukan menyesuaikan
pengeluaran dengan pendapatan selain itu juga dengan mengoptimlkan penggunaan
lahan sendiri.
Strategi
bertahan hidup adalah suatu kemampuan yang dapat dilakukan oleh petani untuk
bertahan dalam setiap kondisi dan situasi. Strategi bertahan hidup penduduk
Desa Tegalsari berbeda-beda, ada yang bertahan hidup dengan cara bakul, buruh,
pegawai atau mengharapkan bantuan pemerintah, maupun bantuan dari pihak lain.
Selain cara-cara tersebut strategi bertahan hidup dapat dilakukan dengan
penyesuaian pendapatan konsumsi, hemat barang, memanfaatkan pekarangan, hutang,
membatasi pendidikan anak, dan menunggu diriman dari keluarga yang merantau.
Cara yang paling banyak menyesuaikan pengeluaran dengan
pendapatan selain itu juga dengan mengoptimlkan penggunaan lahan sendiri. Penyesuaian pendapatan konsumen dan
berhemat barang konsumsi merupakan cara yang paling banyak digunakan dan paling
efektif karena merupakan cara yang dianggap rumah tangga petani paling mudah
daripada harus merantau ke kota lain atau ke luar pulau untuk bekerja atau
meminjam uang ke bank dengan mengeluarkan ongkos ke bank.
Tabel 4.3.7.2 Macam-macam startegi hidup para petani Penyewa di Desa Tegalsari,
Kecamatan Karanggede, kabupaten Boyolali tahun 2013
No.
|
Macam
Strategi
|
∑
|
Rata-rata
|
1.
|
Aktif bekerja diluar pertanian
|
5
|
0,5
|
2.
|
Memanfaatkan bantuan pemerintah
|
1
|
0,1
|
3.
|
Memanfaatkan bantuan orang lain
|
0
|
0
|
4.
|
Berhutang pada saudara
|
1
|
0,1
|
5.
|
Meminjam ke Bank, BPR dan KUD
|
2
|
0,2
|
6.
|
Menunggu kiriman keluarga rantau
|
0
|
0
|
7.
|
Menyesuaikan pengeluran dengan pendapatan
|
6
|
0,6
|
8.
|
Tidak menyekolahkan nak ke jenjan yang
lebih tinggi
|
0
|
0
|
9.
|
Mengoptimalkan penggunaan lahan sendiri
|
5
|
0,5
|
10.
|
Memanfaatkan lingkungan
|
1
|
0,1
|
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 4.3.7.2
Macam-macam Strategi bertahan hidup para petani penyakap di Desa
Tegalsari, Kecamatan Karanggede, kabupaten Boyolali tahun 2013 dapat diketahui ada yang bertahan hidup dengan cara aktif bekerja di luar pertanian (bakul, buruh, ternak,
pegawai), bantuan pemerintah, bantuan
pihak lain, penyesuaian pendapatan konsumsi, hemat barang, memanfaatkan
pekarangan, hutang, dan menunggu kiriman. Cara
yang dilakukan adalah akti bekerja diluar
pertanian,menunggu kiriman keluarga rantau, mengptimalkan penggunaan lahan
sendiri dan memanfaatka lingkungan.
Strategi
bertahan hidup adalah suatu kemampuan yang dapat dilakukan oleh petani untuk
bertahan dalam setiap kondisi dan situasi. Strategi bertahan hidup penduduk
Desa Tegalsari berbeda-beda, ada yang bertahan hidup dengan cara bakul, buruh,
pegawai atau mengharapkan bantuan pemerintah, maupun bantuan dari pihak lain.
Selain cara-cara tersebut strategi bertahan hidup dapat dilakukan dengan
penyesuaian pendapatan konsumsi, hemat barang, memanfaatkan pekarangan, hutang,
membatasi pendidikan anak, dan menunggu diriman dari keluarga yang merantau.
Tabel 4.3.7.3 Macam-macam startegi hidup para petani
Penyakap di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, kabupaten Boyolali tahun 2013
No.
|
Macam
Strategi
|
∑
|
Rata-rata
|
1.
|
Aktif bekerja diluar pertanian
|
5
|
0,5
|
2.
|
Memanfaatkan bantuan pemerintah
|
5
|
0,5
|
3.
|
Memanfaatkan bantuan orang lain
|
1
|
0,1
|
4.
|
Berhutang pada saudara
|
4
|
0,4
|
5.
|
Meminjam ke Bank, BPR dan KUD
|
1
|
0,1
|
6.
|
Menunggu kiriman keluarga rantau
|
1
|
0,1
|
7.
|
Menyesuaikan pengeluran dengan pendapatan
|
5
|
0,5
|
8.
|
Tidak menyekolahkan nak ke jenjan yang
lebih tinggi
|
0
|
0
|
9.
|
Mengoptimalkan penggunaan lahan sendiri
|
4
|
0,4
|
10.
|
Memanfaatkan lingkungan
|
1
|
0,1
|
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 4.3.7.3 Macam-macam Strategi
bertahan hidup para
petani penyakap di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, kabupaten Boyolali
tahun 2013 dapat diketahui ada yang
bertahan hidup dengan cara aktif bekerja di luar
pertanian (bakul, buruh, ternak, pegawai), bantuan
pemerintah, bantuan pihak lain, penyesuaian pendapatan konsumsi, hemat barang,
memanfaatkan pekarangan, hutang, dan menunggu kiriman. Cara
yang dilakukan adalah akti bekerja diluar
pertanian,menunggu kiriman keluarga rantau, mengptimalkan penggunaan lahan sendiri
dan memanfaatka lingkungan.
Strategi
bertahan hidup adalah suatu kemampuan yang dapat dilakukan oleh petani untuk
bertahan dalam setiap kondisi dan situasi. Strategi bertahan hidup penduduk
Desa Tempursari berbeda-beda, ada yang bertahan hidup dengan cara bakul, buruh,
pegawai atau mengharapkan bantuan pemerintah, maupun bantuan dari pihak lain.
Selain cara-cara tersebut strategi bertahan hidup dapat dilakukan dengan
penyesuaian pendapatan konsumsi, hemat barang, memanfaatkan pekarangan, hutang,
membatasi pendidikan anak, dan menunggu diriman dari keluarga yang merantau.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pengamatan
pada kehidupan ekonomi pertanian Desa Tegalsari Kecamatan Karanggede Kabupaten Boyolali, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Karakteristik Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut :
a.
Desa Tegalsari luas wilayahnya 196,234 ha, dengan jarak ke kecamatan 1,5 km dan ke
kabupaten 35 km. Luas wilayah sawah iriasi teknis sebesar 30,50 ha, luas irigasi teknis sebesar 25,20 ha, luas sawah
tadah hujan sebesar 16,75 ha, luas tegal sebesar 33,10 ha.
b.
Jumlah penduduk desa sebesar 2141 dengan 360 kepala keluarga.
c.
Sebagian besar bermata
pencaharian buruh tani dan peternak
d.
Desa Tegalsari merupakan wilayah yang memiliki luas guna lahan pertanian sebesar
202,67 ha.
e.
Jenis peternakan yang ada di Desa Tegalsari di dominasi dengan hewan
ternak jenis ayam kampung
yang diikuti oleh bebek dan kambing.
f.
Sarana perekonomian pada desa Tegalsari mempunyai 5 kios/warung.
g.
Sarana transportasi dapat menggunakan jalan kabupaten sepanjang 2,1 km
dan jembatan beton sepanjang 0,25 km dengan kualitas yang baik.
h.
Desa Tegalsari memiliki 1 poliklinik dan 1 tenaga medis yaitu dokter.
i.
Sarana pendidikan desa Tegalsari memiliki TK berjumlah 2 dan SD/MI berjumlah 3.
j.
Keberagaman
agama di desa ini terdapat 8 masjid, 9 mushola, dan 1 gereja.
2. Karakteristik
rumah tangga petani Desa Tegalsari ,Kecamatan
Karanggede, Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut :
a. Tiap rumah
tangga Desa Tegalsari rata-rata
memiliki 4 anggota
keluarga yang terdiri dari suami, istri dan dua orang anak.
b. Rata-rata umur suami maupun istri paling banyak
berada pada interval umur 41-50 tahun, hal ini
menunjukkan bahwa mereka masih berada pada usia produktif.
c. Rata-rata pendidikan suami dan istri adalah
lulusan SMA.
d. Kebanyakan jenis pekerjaan responden adalah usaha
tani menyakap dan disusul oleh usaha tani menyewa dan PNS.
e.
Tiap rumah tangga rata-rata memiliki luas pekarangan dan bangunan
masing-masing 129,56 m2
dan dan 66,75 m2.
f.
Keadaan bangunan rumah sebagian
besar adalah sebagai berikut : kerangka terbuat dari kayu tahunan dengan
dinding dari tembok dan atap rumah berupa genteng. Lantainya sebagian besar masih berupa ubin.
g.
Kepemilikan elektronik, kamar, dan mebel sebagian besar penduduk memiliki
1 TV, 1 HP, 1 kamar tamu, 1 kamar mandi, 2 kamar tidur,4 kursi tamu, 3 lemari.
h.
Sebagian besar warga Desa Tegalsari menggunakan bahan bakar berupa gas dan penerangan berupa listrik.
i.
Warga Desa Tegalsari sudah
mulai menggunakan sepeda motor dalam usaha transportasi.
j.
Akses pelayanan kesehatan warga desa Tegalsari banyak yang memanfaatkan
puskesmas.
k.
Masyarakat desa Tegalsari makanan pokoknya adalah nasi dengan pola makn
3x sehari.
3.
Pendapatan dan konsumsi rumah tangga petani
Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut :
a.
Jumlah
rata-rata penerimaan pemilik penggarap MT I sebesar Rp 47.167.000. Kemudian pada MT II Rp 49.511.000 dan pada MT III Rp 40.075.000. Pada petani penyewa diperoleh jumlah rata-rata penerimaan MT I sebesar Rp
39.895.000.
Kemudian pada MT II sebesar Rp 37.783.500 dan pada MT III sebesar Rp 28.395.800. Pada petani penyakap, penerimaan
rata-rata yang diperoleh pada MT I sebesar
30.575.000. Kemudian pada MT II sebesar 32.820.000 dan pada MT III sebesar
23.375.000
b. Di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali diperoleh rata-rata pendapatan dari
pertanian maupun luar pertanian adalah untuk petani pemilik
penggarap sebesar Rp 26.413.900. Kemudian untuk petani
penyewa adalah Rp 25.847.800 dan petani penyakap Rp 18.977.210
c. Rata-rata konsumsi
petani pemilik dan penggarap sebesar Rp 10.793.000. Kemudian petani penyewa
sebesar Rp 11.148.710, dan petani penyakap sebesar Rp 14.743.750.
d. Strategi
bertahan hidup para responden kebanyakan memilih bekerja diluar pertanian, menyesuaikan pengeluaran dan
pendapatan, serta memanfaatkan bantuan pemerintah.
B. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, adapun saran yang dapat
diberikan adalah :
1. Administrasi
desa sebaiknya lebih ditertibkan (monografi desa) sehingga ada data untuk
pemantauan kemajuan desa tiap tahun.
2. Pengelolaan
pekarangan yang lebih baik/diintensifkan sehingga pemanfaatan pekarangan untuk
sumber penghasilan bisa lebih optimal.
3. Pengintensifan
penyuluhan pertanian sebagai sarana informasi sekaligus menjembatani antara
petani dengan dunia penelitian atau pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi
Rumah Tangga Pertanian di Kelurahan Setugede Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi,
XXIII (2): 133-158.
BPS. 2004. Dasar-dasar
Perbankan. Penerbit Aksma. Jakarta
Dombusch, Rudiger.
2008. Makroekonomi. Penerbit
Media Global Edukasi. Jakarta .
Dumairy. 2008 .Perekonomian Indonesia .
Erlangga. Jakarta .
Dumairy. 2005. Lahan
Pertanian. http://scribd.com. Diakses pada tanggal 20 November
2013.
Fauzi, Noer. 2003. Petani dan Penguasa.
Pustaka Pelajar offset. Yogyakarta.
Hardono, D dan Yuwono, P. 2003. Krisis Ekonomi, Dampaknya pada Hasrat Menabung Rumah Tangga Kota dan
Desa. Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin XIII (5).
Kusnaedi. 2005. Desa. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Luthfifatah.
2008. Masyarakat Pedesaan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Mardikanto dan Erna M. Lokollo. 2004.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Ekonomi Rumah Tangga Pertanian di
Kelurahan Setugede Kota Bogor. Jurnal Agro Ekonomi, XXIII (3): 133-158.
Maulana.
2004. Produktivitas. UGM Press. Yogyakarta .
Pudjiwati. 2005. Karakteristik Masyarakat Pedesaan di SUT
Jawa Timur. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, V (2): 83-96.
Rahim, A., dan
Hastuti, D.R.D. 2007.
Pengantar Teori dan
Kasus Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta
Soekartawi dan Masikun. 2003. Proses Perubahan
Sosial di Desa Jawa, Teknologi, Surplus Produksi dan Pergeseran Okupasi. CV
Rajawali. Jakarta.
Sudana, Wayan. 2003.
Karakterisik Rumah Tangga Tani di Lima Agroekosistem Wilayah Pengemabangan SUT
di Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, V
(2): 83-96.
Sukirno, Sadono. 2005. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Edisi
Kedua. PT Raja Grafindo Persada Jakarta .
Surya. I. 2007. Karakteristik Wilayah Pedesaan. UGM Press. Yogyakarta .
Sutopo, 2008. Petani dan
Penguasa. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta .
Yuniastuti. 2004. Hubungan Masyarakat.
Materi Mata kuliah Ilmu Tanah semester I Fakultas Pertanian. UNS. Surakarta.
Komentar
Posting Komentar